• SEJARAH SUBANG

    Seperti halnya daerah lain, wilayah Subang juga telah mengalami berbagai fase sejarah yang unik. Bebagai fase sejarah yang telah dilalui tersebut telah membentuk wajah Subang saat ini...

  • PESONA SUBANG

    Pesona daerah Ciater, Subang, Jawa Barat bukan hanya pemandian air panasnya saja. Keindahan panorama lereng Gunung Tangkuban Perahu menambah daya tarik wisatawan untuk datang ke tempat ini. Menanti munculnya sang fajar adalah waktu yang sangat tepat Anda berkunjung ke sini...

  • MUSEUM WISMA KARYA

    Ulang tahun Subang baru saja berlalu begitu saja, dan tak banyak orang yang tahu catatan sejarah mengapa tanggal itu dijadikan hari lahir kota ini. Padahal, tepat di pusat kota ini, di titik paling strategis di kota ini, hal itu dapat ditelusuri...

  • WONDERFUL SUBANG

    Subang, sebuah kota unik di pesisir utara pulau jawa. Kota ini memiliki landscape yang lengkap mulai deretan pegunungan di sebelah selatan, dataran rendah di tengah dan hamparan pantai di utara jawa (Pantura) di tambah denga kekayaan flora dan fauna yang menakjubkan. Beragam seni budaya yang dimilikinya menjadikan Subang kota yang memilki potensi pariwisata yang besar untuk berkembang...

SISINGAAN

The Sisingaan (lion dance) is a mass event in colossal cultural ceremonies. A lion sculpture, originating in Subang, is carried around by four to six men, accompanied merrily by the musical drums of Pencak Silat. Dashing gestures and colorful clothing allow the dancers to impart an impression of courage and heroism.

It’s a kind of very famous traditional not only in West Java or Indonesia but however internationally, the Dance festival is held and followed by the groups of the art coming from all sub districts in Subang Regency.

With every performance, the Sisingaan hopes to spread knowledge and appreciation of West Javanese dance and to continue its practice among new generations. (westjava.info)


SISINGAAN : ODONG - ODONG YANG ASLI DARI SUBANG


Beberapa kesenian tradisi menempatkan hewan singan sebagai tokoh. Salah satunya adalah kesenian Sisingaan, khas Kabupaten Subang, Jawa Barat.Di salah satu sudut kampung, tepatnya di jalan raya yang tak terlalu padat lalu lintasnya, sejumlah anak, yang rata-rata balita tampak ceria. Mereka menaiki odong-odong, yakni semacam becak kayuh yang dirancang scdemikian rupa untuk mengangkut anak-anak putar putar kampung sambil mendengarkan alunan musik. Di Jakarta, odong-odong dimodifikasi semenarik mungkin agar anak-anak yang menaikinya dapat duduk manis dan aman di atasnya. Ada yang memodifikasi dengan sepeda mini, boneka, dsb (sebagai pengganti tempat duduk), ada pula yang sengaja mendesign dengan nuansa etnik, atau bahkan ala kadarnya. Setiap anak yang tertarik menaikinya dikenakan tarif sekitar Rp. 1.000-1.500,- per satu lagu. Selama lagu diputar, anak-anak diajak berkeliling kampung sekitar rumah.Rata-rata tiap anak bisa mengorder 3-5 lagu. Tak sedikit pula yang lebih. Dari menjual jasa inilah si abang penarik odong-odong mengais rejeki. Entah bagaimana, rata-rata penarik odong-odong berasal dari kawasan Pantura-Jawa Barat. Notabene, dari kawasan inilah permainan tradisional Odong-odong alias Gotong Singa alias Sisingaan berasal.Kalau ingin menyaksikan odong-odong yang 'asli' yakni Sisingaan (bukan mainan anak seperti banyak terdapat di Jakarta), sisakan saja waktu anda sekitar bulan Agustus. Sebab biasanya beragam kesenian pertunjukan tradisional, acap dipertontonkan di hadapan massa. Tak hanya di Kabupaten Subang khususnya, maupun Jawa Barat umumnya. Bahkan di Ibukota Negara (Jakarta), Sisingaan kerap dipertunjukkan dari tahun ke tahun, mulai dari tingkat komunitas kampung sampai Istana Presiden.


Konon dikisahkan, kesenian Sisingaan terkait erat dengan salah satu bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah. Perlawanan tersebut diwujudkan melalui binatang Singa kembar. Dua singa yang ditandu digambarkan sebagai lambang penjajah, sementara pengusungnya, dilambangkan sebagai rakyat yang terjajah. Singa sendiri adalah lambang negara Inggris. Sementara dalam Sisingaan, boneka singa dinaiki anak kecil, dimaksudkan untuk memperolok penjajah (Inggris) yang datang ke Indonesia dengan membonceng tentara Belanda.Seperti diketahui, tahun 1942 perang dunia kedua tak hanya melanda negara-negara besar. Bahkan Nusantara pun kena getahnya. Di sebuah lapangan terbang militer yang terletak di Kalijati (terdapat di selatan Subang) berlangsung sebuah perjanjian yang membawa bangsa Indonesia menjadi jajahan Jepang sebelum akhirnya berhasil memproklamasikan diri sehagai sebuah negara yang merdeka. Tampaknya hal ini sangat menginspirasi tetua setempat hingga muncullah kesenian Sisingaan.Lepas dari bentuk perlawana tersebut, dalam perkembangannya, ada yang menyebut Sisingaan sebagai penolak bala, ada pula yang sebatas ditampilkan untuk menyemarakkan arak-arakan (yang dalam istilah Sunda disebut helaran). Bahkan bagi sebagian masyarakat Sunda, menampilkan kesenian Sisingaan dalam hajatan sunat anak laki-laki mereka adalah sebuah kebanggaan.Kondisi geografis acap mempengaruhi bentuk kesenian di berbagai belahan dunia. Demikian pula Sisingaan. Di Kabupaten Subang Jawa Barat misalnya, terdapat 3 macam wilayah, Subang atas (pegunungan), Subang dataran, dan Subang pesisir. Masing-masing wilayah memiliki kebudayaan tersendiri yang mau tidak mau memengaruhi perkembangan kesenian Sisingaan.Perkembangan secara keseluruhan pun terbilang signifikan. Dari bentuk boneka singa kembar yang sangat sederhana, menjadi singa-singa yang tampak gagah lagi menarik. Kostum para pengusung singa kembar pun tak mau kalah, dari yang tampak ala kadarnya sampai penuh warna dan kadang kontras menyolok mata.


Seolah ingin menunjukkan 'inilah kami'. Demikian pula dengan pola gerak, alat musik pengiring, lagu-lagu yang rata-rata sedang populer di masyarakat dengan aransemen khas Sisingaan, sampai penambahan penari latar yang rata-rata perempuan.Pada dasarnya Sisingaan terdiri dari tetabuhan berbagi instrumen musik tradisional yang rancak, dipadukan dengan sejumlah gerakan yang terdiri dari Pasang (Kuda-kuda), Bangkaret, Masang (Ancang-ancang), Gugulingan, Sepakan Dua, Langkah Mundur, Kael, Mincid, Ewag, Jeblag, Putar Taktak, Gendong Singa, Nanggeuy Singa, Angkat Jungjung, Ngolecer, Lambang, Pasagi Tilu, Melak Cau, Nincak Rancatan, dan Kakapalan.Alat musik yang digunakan antara lain Kendang Indung (2 buah), Kulanter, Bonang (ketuk), Tarompet, Goong, Kempul, dan Kecrek yang dimainkan sambil berdiri atau berjalan, dengan alat musik yang diikat ke tubuh. Lagu-lagu dalam Sisingaan diambil dari lagu-lagu kesenian Ketuk Tilu, Doger, dan Kliningan. Maraknya grup kesenian Sisingaan membuat tiap kelompok seolah ingin tampil special dan menjadi kelompok paling digemari. Meski masih banyak pula yang setia pada pakemnya. Dengan jumlah ratusan grup yang tersebar di berbagai pelosok, Pemkab Subang tergolong rajin menggelar festival setiap bulan April, dimana hari jadi kabupaten ini diperingati.Daerah-daerah lain di Jawa Barat yang turut menyokong pertumbuhan kelompok Sisingaan antara lain Sumedang, Kabupaten Bandung, Purwakarta, dan Majalengka.Untuk menyaksikan kesenian Odong-odong yang asli (Sisingaan), Anda bisa ke pusat Kota Subang, Jawa Barat, tiap bulan April (Hari Jadi Kota Subang – red) atau Agustus ada gelaran festival Sisingaan. Dengan mobil sendiri dari Jakarta, melewati Kecamatan Pamanukan (di simpang empat belok kanan), atau via jalur Purwakarta lewat tol Cikampek ke arah Sadang. Jika menggunakan kendaraan umum dari Terminal Kampung Rambutan, tersedia bus AC/Non AC. Tarif sekitar Rp 20.000. bisa pula menyaksikan berbagai festival/karnaval seni setiap bulan Agustus, seperti di Jakarta ataupun Bandung. (Liburan.info)

TANGKUBAN PARAHU




Gunung Tangkuban Parahu, Subang
Tangkuban Perahu, or Tangkuban Parahu in local Sundanese dialect, is an active volcano 30 km north of the city of Bandung , the provincial capital of West java, Indonesia. It is a popular tourist attraction where tourists can hike or ride to the edge of the crater to view the hot water springs upclose, and buy eggs cooked on its hot surface. This stratovolcano is on the island of Java and last erupted in 1983.
Gunung Tangkuban Parahu, Subang
Pemandangan di Puncak Tangkuban Parahu ke arah Utara

Menikmati pemandangan Kawah Ratu dari Gunung Tangkuban Perahu, laksana melihat mangkuk raksasa yang sangat besar dan dalam. Saat cuaca cerah, lekukan tanah pada dinding kawah demikian juga dasar kawah dapat terlihat cukup jelas sehingga mampu menyajikan pemandangan panoramic yang spektakuler. Kemegahan kawah yang begitu luas dan dalam, setidaknya mampu memaksa pengunjung untuk sejenak terdiam dan takjub akan kebesaran hasil karya Tuhan.
Berada di ketinggian 1860 meter, tepatnya didaerah perbatasan antara Subang dan Bandung - Jawa Barat, objek wisata Tangkuban Perahu memang menjadi salah satu andalan pendapatan daerah setempat.
Gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu gunung berapi yang masih aktif di pulau jawa. Beberapa kali gunung ini tercatat pernah meletus, mengeluarka isi perutnya sehingga menghasilkan sembilan kawah yang tersebar di berbagai tempat di puncak gunung tersebut. Kawah Ratu merupakan kawah terbesar di lokasi ini, dikuti dengan Kawah Upas yang terletak bersebelahan dengan kawah ratu dan bisa ditempuh dengan berjalan kaki kurang lebih 25 menit menempuh jarak sekitar +/- 1500 meter dari pos pengamat, mengitari tepi Kawah Ratu, berlawanan arah jarum jam.Kawah Ratu Tangkuban Parahu, Subang
Kawah Upas memiliki dasar kawah yang dangkal dan datar, dengan pepohonan liar tampak banyak tumbuh di salah satu sisi dasar kawah. Mungkin dikarenakan dangkal dan tidak terlalu luas, disamping juga harus ditempuh dengan jalan kaki terlebih dahulu, (berbeda dengan Kawah Ratu dimana mobil pribadi bisa parkir tepat di bibir kawah), Kawah upas jarang dikunjungi wisatawan.
 
 
 Kawah Upas Tangkuban Parahu, Subang
Kawah Upas Tangkuban Parahu, Subang
Pemandangan yang disajikan pada Kawah Upas ini cenderung "biasa-biasa" saja, namun dimungkinkan untuk menikmati pemandangan Kawah Ratu dari sisi yang berbeda, mengingat bibir Kawah Ratu dan Kawah Upas menyatu dalam bentuk satu jalur pendakian, dengan Kawah Ratu pada sisi kiri dan Kawah Upas pada sisi kanan. Di kawah ini biasanya pengunjung membuat tulisan dengan menyusun batuan yang ada di dalam kawah, sebagai kenang-kenangan bahwa mereka pernah ke tempat itu. Kawah Domas bentuknya menyerupai cekungan dan mengeluarkan air panas. pada air panas tersebut biasanya wisatawan merebus telur atau sekedar membasuh badan.
 Suasana di Kawah Domas, Tangkuban Parahu, Subang

Disebagian bibir Kawah Ratu, banyak sekali pedagang dan kios-kios yang siap menjual cinderamata, makanan atau minuman. Berbagai cinderamata mulai dari baju, selendang, topi, gelang/cincin, batu alam, tanaman bonsai, alat musik (angklung) hingga senjata tajam khas daerah Jawa Barat turut dijual di lokasi ini. Kedai makanan dan minuman juga tampak berderet siap melayani pembeli. Belum lagi penjual buah-buahan strawbery dan murbei yang hilir mudik menawarkan dagangannya kesetip pengunjung yang merkea jumpai. Kerajinan tangan berupa tas dan topi dari bulu (kelinci ?) tampak sangat diminati dikarenakan kelembutan bulu-nyasaat disentuh. Bagi pengunjung yang lelah, terutama anak kecil, tersedia pula kuda yang siap mengantar dan melayani pengunjung yang ingin menikmati keindahan Tangkuban Perahu dengan mengendari kuda.
Gunung/Kawah: Tangkuban Perahu
Fasiltas umum seperti toilet dan tempat ibadah (mushola) juga tersedia dilokasi ini, demikian juga pusat informasi wisata yang siap memberikan berbagai informasi yang dibutuhkan oleh wisatawan seputar wisata di Bandung dan sekitarnya secara gratis. Nampaknya pemda setempat memang cukup serius mengelola objek wisata ini, berbagai fasilitas telah tersedia meskipun masih perlu ditingkatkan lagi terutama fasilitas toiletnya.
Akses ke Tangkuban Perahu :
Jakarta - Tol Cikampek - Subang - Tangkuban perahu
Jakarta - Tol Cipularang - Bandung - Tangkuban perahu
Dari arah Selatan : Bandung-Lembang-Tangkuban Perahu, sejauh 29 Km. Dapat dilalui oleh semua kendaraan bermotor.
Dari arah Barat Daya : Cimahi-Cisarua-Kampung Parompong-Lembang-
Tangkuban Perahu.
Dari arah Utara: Subang-Jalan Cagak-Tangkuban Perahu, sejauh 31 Km. (navigasi.net, wikipedia.com, wisatamelayu.com)

































Ruwatan Bumi

Ruwatan bumi adalah salah satu upacara adat masyarakat agraris yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Subang, tepatnya di kampung Banceuy Wangunharja. Ruwatan berasal dari kata rawat atau merawa artinya mengumpulkan atau merawat yaitu mengumpulkan seluruh masyarakat kampung serta mengumpulkan semua hasil bumi, baik yang masih mentah maupun yang sudah diolah.
Upacara Ruwatan Bumi ini dilaksanakan sebagai ungkapan syukur terhadap Tuhan YME atas keberhasilan hasil panen pertanian dan sebagai tolak bala serta ungkapan penghormatan terhadap nenek moyang mereka yang telah berjasa meningkatkann taraf hidup di kampung Banceuy tersebut. Di kampung Banceuy ini acara Ruwatan Bumi telah dilaksanakan semenjak tahun 1800 masehi
.(www.subang.go.id)

Nadran

Nadran merupakan upacara adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat pesisir laut di desa Blanakan Kabupaten Subang. Upacara Nadran telah dilaksanakan oleh masyarakat desa Blanakan semenjak tahun 1950 yang dilaksanakan secara turun temurun karena amanat dari nenek moyang penduduk desa Blanakan supaya melaksanakan upacara nadran setiap tahunnya yang biasanya dilaksanakan pada bulan Agustus.
Upacara nadran bermula dari cerita Budug Basu yang mengisahkan naga paksa turun ke bumi dari khayangan dan mengawini orang bumi. Ketika sedang bertelur naga paksa diutus untuk kembali ke khayangan pada saat melewati daratan, telur naga paksa jatuh dan menjelma sebagai Sapi bumerang menjadi hama, kemudian telur naga paksa jatuh di pesawahan yang menjelma menjadi dewi sri. Di atas lautan telur naga paksa jatuh kembali dan menjelma menjadi budug basu yang menjadi raja ikan.
Masyarakat sekitar selalu menjaga kebenaran akan cerita bahwa budug basu menjadi raja ikan, sehingga upacara nadran selalu dilaksanakan supaya hasil tangkapan dapat melimpah.(www.subang.go.id)

Mapag Dewi Sri

Sama halnya dengan Ruwatan Bumi yaitu upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat di desa Cibeusi Jalan Cagak, sebagai perwujudan rasa syukur para petani kepada Tuhan YME yang telah menganugerahkan pangan yang bagus dan melimpah. Upacara ini juga merupakan perwujudan rasa hormat para petani kepada Dewi Sri, yang identik dengan Dewi padi lambang kesuburan dan kehidupan. Serta salah satu upaya untuk melestarikan budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Doger Kontrak

Doger Kontrak merupakan kesenian rakyat Subang yang sudah mulai tumbuh kembang sebelum perang kemerdekaan (1945), bermula pada saat perusahan perkebunan The P&T Lands yang saat itu dikuasai oleh pemerintahan Belanda mengijinkan pertunjukan doger di kontrak-kontrak perkebunan yang ada di daerah Subang sebagai balas budi para buruh dan hiburan. Sebelumnya para buruh perkebunan tidak diperbolehkan atau tidak diijinkan berhubungan dengan kehidupan luar.
Doger kontrak mempunyai perbedaan dengan doger pada umumnya, pada doger kontrak ada perpaduan antara tradisi (Ketuk Tilu) dan Tari Keurseus.


SEJARAH PERKEBUNAN DI SUBANG JAWA BARAT

A. Sejarah Singkat PT Perkebunan Nusantara VIII
Didalam menguraikan pasal ini berhubung Perkebunan yang pengelolaannya selalu berganti - ganti, maka untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai sejarah Pekebunan ini, maka membagi waktu perjalanan rodasejarah perkebunan ini dalam tiga periode, yaitu :

1. Periode Jaman Pemerintahan Belanda
2. Periode Jaman Pemerintaha jepang
3. Periode Jaman Kemerdekaan, yang terbagi pula menjadi luma tingkat, yaitu :
a. Tingkat pengusahaan oleh pemerintah daerah jawa barat.
b. Tingkat pengusahaan sementara.
c. Tingkat pengusahaan penuh.
d. Tingkat kembali ketangan pemerintah RI.

1. Periode Jaman Pemerintah Belanda

Pada tahun 1812 dua orang bernama Mutinghe dan Sharpnell memberi dua bidang tanah yang sangat luas, ialah tanah Pemanukan dan tanah Ciasem dari Pemerintah.
Kemudian tanah tersebut didaftarkan dengan nama “ PAMANUKAN EN TJIASEM LANDEN “ ( P en T Landen ).

Tanah-tanah tersebut merupakan satu bidang tanah yang luasnya 212.900 hektar, dengan hak Eigendom, dengan batas-batasnya sebagai berikut :
a. Utara : Laut Jawa.
b. Timur : Sungai Cipunagara dan sebagian keresidenan Cirebon.
c. Selatan : Tanah-tanah terbentang sampai pegunungan.
d. Barat : Keresidenan Priangan dan sungai Cilamaya.

Tanah-tanah tersebut pada waktu itu tidak banyak hasilnya. Hanya terdiri dari pada beras, kelapa dan kopi, sedangkan yang ditanam oleh Rakyat atau Penduduk yaitu gula dan arak yang dibuat secara sedehana sekali.

Sepeninggal Tuan Sharpnell pada tahun 1930, diangkat seorang Manager atau Penguasa yang selain ditugaskan untuk mengusahakan tanah-tanah itu, juga diberi tugas Khusus/terpenting, yaitu “Penghematan Keras Dalam Pengeluaran Uang“

Pada tahun 1840 tanah-tanah tersebut dari bangsa Inggris dijual kepada dua orang bersaudara dari negri Belanda, yaitu Hofland bersaudara dengan susah payah maka diputuskanlah untuk merubah tanah-tanah itu dijadikan N.V.

Hal ini dilakukan oleh karena Hofland bersaudara membutuhkan modal tambahan mengusahakan tanah-tanah itu.

Perlu dijelaskan disini bahwa oleh karena tanah-tanah itu belum seluruhnya ditanami oleh tanaman perkebunan, maka sampai saat ini belum dapat disebut Perusahaan Perkebunan.

Dengan demikian maka pada tahun 1886 didirikanlah N.V. Haatschapij Ter Eksploitatie Der Pamanukan En Tjiasem Landen.

Dari tahun 1886 hingga tahun 1911 sebagian besar dari saham-saham berada ditangan Landbow Maatschapij ( N.I. Hand Elsbank ).

Kemudian saham-saham tersebut dalam tahun 1911 dibeli oleh “ The Anglo Dutch Plantation Of Java Ltd.” Di London, oleh karena itu maka tanah-tanah P & T Landen tersebut berada kembali pada tangan bangsa Inggris. Perlu juga diterangkan disini bahwa pada tahun 1953 nama N.V. Maatschapij der Exloitate Der Pamanukan En Tjiasem Landen, telah dirubah menjadi :
“P & T LANDS PT” dan nama “THE ANGLO DUTCH” juga dirubah menjadi “THE ANGLO INDONESIAN PLANTATION LTD”.

Pada waktu tanah-tanah itu kembali ketangan bangsa Inggris, maka luasnya masih tetap seperti pada permulaan yaitu seluas 212.900 hektar.

Daerah seluas ini merupakan tanah pertikulir terbesar di Pulau Jawa pada masa itu. Pada waktu itu P&T Lands berkantor pusat di kota Subang, dengan membawahi 22 Perkebunan yang terdiri dari 13 Perkebunan Karet, 9 Buah Perkebunan Teh dan ditambah dengan sebuah Pusat Perbengkelan, satu buah Pusat Pergudangan, (Gudang Hasil dan Gudang Supply), serta sebuah Rumah Sakit yang terletak di kota Subang.


2. Periode jaman Pemerintahan Jepang

Pada tahun 1942 mendaratlah tentara Jepang di Pulau Jawa. Maka perkebunan-perkebunan di Indonesiapun jatuh pula ketangan Pemerintahan Jepang.

Pada masa pendudukan Jepang dan tahun-tahun revolusi selanjutnya membawa perubahan penting bagi keadaan PerusahaanPerkebunan kepunyaan P&T Lands, kerugian yang diderita sangatlah menyedihkan. Dan tenyata dari 22 buah Perkebunan itu, tidak kurang dari 10 buah perkebunan dengan luasnya 9.200 hektar sebagian besar telah hancur sehingga tidak mungkin diusahakan lagi. Dua buah Perkebunan dikembalikan lagi kepada Pemerintah, enam buah Perkebunan lainnya telah dijual.
Keadaan di lingkungan Subang tidak lebih baik dari Perkebunan Sisal “Sukamandi” 90% telah dibongkar dan hanya beberapa ratus hektar saja yang masih terdapat tanaman Sisal yang tidak menghsilkan lagi.

Perusahaan padi “Sukamandi” yang besar dan didirikan antara tahun 1930 dan tahun 1940 dengan ongkos yang mahal telah terhenti. Sebanyak 8.000 hektar sawah yang dapat diairi telah di pakai dan ditempati oleh penduduk setempat secara tidak syah. Sekalipun rintangan-rintangan yang berat ini, hak milik atas tanah tidak terganggu oleh karenanya.

Tanah Eigendom memang dipakai dan ditempati oleh penduduk setempat secara tidak syah, tetapi bagaimanapun masih tetap dapat dan mungkin dikembalikan untuk dipergunakan. Akan tetapi tahun 1949 pemerintah Republik Indonesia telah menyatakan keinginannya untuk membeli kembali semua tanah yang tidak langsung dibutuhkan oleh P&T Lands, guna kepentingan rakyat atau penduduk. Sebaliknya demikian Pula, Pemerintah Republik Indonesia ingin mengembalikan beberapa ribu hektar Hutan Hydrologis menjadi tanah Pemerintah. Maka dengan demikian telah di jual kepada Pemerintah seluas 22.100 hektar tanah yang meliputi seluruh Perusahaan Padi Sukanagara dan beberapa ribu hektar tanah-tanah persedian dan hutan-hutan Hydrologis, sedangkan P&T Lands diperkenankan memiliki 45.600 hektar tanah Eigendom dan 750 hektar tanah-tanah Erfpacht.

3. Periode Jaman Kemerdekaan

Dalam rangka Konfrontasi antara negara Indonesia dengan Malaysia, oleh karena negara Malaysia dianggapnya menjadi proyek Neo Kolonialisme dan Imprialisme Inggris, maka perusahaan-perusahaan perkebunan milik inggris yang berada di Pulau Jawa, termasuk P&T Lads mengalami tiga fase perubahan, yaitu :

a. Tingkat pengawasan oleh pemerintah Jawa Barat
Dimulai sejak bulan September 1963, yang berlandaskan kepada Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat nomor : 376/BI/Pem/Sek/1963 tertanggal 19 September 1963 yang menentukan bahwa semua Perusahaan milik Inggris yang berada dalam wilayah Jawa Barat, diawasi sepenuhnya oleh Pemerintah Daerah Jawa barat.

b. Tingkat Pengawasan Sementara
Dimulai sejak bulan Pebruari 1964, yang berdasarkan kepada Surat Keputusan Mentri Pertanian / Agraria nomor : 31/MPA/1964, yang menentukan bahwa semua perusahaan milik Inggris yang berada dalam wilayah Republik Indonesia, diawasi sementara oleh Pemerintah Pusat.

c. Tingkat Penguasaan Penuh
Menurut Penetapan Presiden Republik Indonesia nomor : 6/1964, yang dikeluarkan dan di undangkan pada tanggal 26 Nopember 1964, maka semua perusahaan-perusahaan milik Inggris yang ada dalam wilayah nergara Republik Indonesia, dikuasai sepenuhnya secara langsung serta diurus oleh Pemerintah Pusat.

Terhitung mulai tanggal dikeluarkannya Surat Edaran Perdana Mentri III nomor D/VII/0452/H-5/1964, tertanggal 31 Januari 1964. Penetapan Presiden tersebut selanjutnya menentukan bahwa pengurusan semua perusahaan milik Inggris yang mengusahakan sendiri dan atau menguasai usaha-usaha dalam bidang perkebunan dilakukan oleh Departemen Perkebunan.

Dengan demikian sebagai pelaksana penetapan Presiden tersebut dalam bulan desember 1964, Mentri Koordinator Kompartemen Pertanian dan Agraria telah menyerahkan perusahaan-perusahaan Perkebunan Dwikora kepada Mentri Perkebunan. Adapun yang dimaksud dengan perusahaan-perusahaan Dwikora adalah perusahaan-perusahaan Perkebunan bekas milik Inggris, yang dijadikan tujuh kelompok kesatuan, yang menginduk kepada sebuah BPU (Badan Pimpinan Umum) yang berkedudukan di Jakarta.

d. Tingkat Joint Venture
Join Venture adalah suatu bentuk kerjasama antara modal asing dengan modal nasional.

Bentuk usaha bersama ini didasarkan kepada undang-undang nomor : 1/1967, tentang Penanaman Modal Asing.
Penanaman Modal Asing menurut undang-undang ini dapat dilakukan dalam bentuk perusahaan yang dari semula modalnya 100% dari modal asing dan modal nasional. Maka sejak tanggal 1 Januari 1970 secara Administratif telah dinyatakan bahwa perusahaan-perusahaan ini telah mengambil bentuk Joint Venture antara pemerintah Republik Indonesia dengan pengusaha-pengusaha Inggris,dengan perbandingan modal masing-masing sebasar 30% dan 70%.

e. Tingkat kembali ketangan pemerintah Republik Indonesia
Berdasarkan Keputusan Pemerintah Pusat untuk membeli saham yang dimiliki oleh Inggris, maka status Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan IV adalah 100% menjadi milik bangsa Indonesia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan serta faktor-faktor lainnya.

Dengan melihat kepada perjalanan sejarah Perkebunan tersebut di atas, maka kita dapat ketahui bahwa perusahaan perkebunan ini mengalami peralihan-peralihan sebagai berikut :
Tahun 1812 - 1839 berada ditangan bangsa Inggris
Tahun 1840 - 1910 berada ditangan bangsa Belanda
Tahun 1911 - 1942 berada ditangan bangsa Inggris
Tahun 1942 - 1945 berada dibawah pemerintah Jepang
Tahun 1945 - 1948 berada dibawah pemerintahan Indonesia
Tahun 1949 - 1963 berada ditangan bangsa Inggris
Tahun 1964 - 1969 berada ditangan bangsa Indonesia
Tahun 1970 - Sejak 1 Januari 1970 sudah berbentuk Joint Venture
Tahun 1970-1972 Sejak tanggal 20 Juli 1970 status Perusahaan Perkebunan Negara Kesatuan Dwikora IV adalah menjadi milik Negara Indonesia
Tahun 1972 - 1973 Dikelola oleh PPS ( perusahaan Perkebunan Subang )
Tahun 1973 - 1979 Mulai tanggal 1 Maret 1973 sampai dengan tanggal 28 Pebruari 1979
Tahun 1979 -....... Mulai tanggal 1 Maret 1979 PT Perkebunan XXX dibubarkan dan dilimpahkan kepada :

1. PT Perkebunan XII
2. PT Perkebunan XIII
3. PT Perkebunan XIV

Tanggal 11 Maret 1996 di Subang terdiri dari tiga PTP :
1. PTP XI
2. PTP XII
3. PTP XIII
(www.kebunjalupang.blogspot.com)

Kampung Jati Mas

Bagi sebagian penduduk kota besar seperti Jakarta, menikmati sejuknya hembusan angin pegunungan berteman dengan merdunya nyanyian burung-burung penghuni rimbunnya pepohonan dapat menjadi pelipur penat lepas bertarung di atas tumpukan beton pencakar langit. Dada yang sesak akibat asap kendaraan serta gendang telinga yang bising oleh raungan knalpot terpaksa memang harus diresapi demi mengejar sebuah penghidupan yang sempurna.
Well, ketimbang stress lantaran memikirkan pekerjaan yang tidak ada habisnya, lebih baik Anda segera mengarahkan mobil kesayangan menuju daerah Subang, Jawa Barat. Yah, hitung-hitung pelesir bersama keluarga tercinta yang mungkin sudah mulai jarang Anda lakukan.
Thanks for the great innovation called jalan tol, perjalanan menuju sebuah resort yang mengedepankan pesona agrowisata berjuluk Kampoeng Jati Mas menjadi lebih mudah dan cepat. Untuk mencapai kawasan wisata yang terletak di Desa Kampung Pasir Bilik, Kecamatan Jalancagak tersebut hanya membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam. Namun saya jamin perjalanan tersebut tidak bakal terasa melelahkan . Karena kita dihibur oleh indahnya pemandangan sawah menghijau yang terhampar di pinggir jalan berkelok dan menanjak.
Di lokasi seluas 22 hektar yang berada di atas sebuah bukit ini, mata kita seolah disihir oleh panorama Gunung Cangak, Tangkuban Perahu, Tampomas dan Gunung Burangrang. Untuk mencairkan kembali kepala yang sesak dengan rutinitas, Anda dapat mencoba spa and theraphy. Toh tidak ada salahnya kan kalau kita sekali-kali memberi perlakuan istimewa terhadap tubuh kita sendiri. Lagipula selagi Anda memanjakan badan, istri tercinta dapat memilih berbagai jenis tanaman anggrek, afhordia, kamboja Jepang, hingga bibit 5.500 pohon jati mas yang tertata apik di dalam tujuh unit green house seluas 30 x 15 meter persegi tersebut. Istri Anda pun dapat sekalian memanen buah strawberry segar langsung dari pohonnya.


Lalu apa kegiatan yang cocok untuk buah hati Anda? Jangan khawatir, mereka juga bisa menikmati sensasi bertualang di alam bebas di atas unit ATV (All Terrain Vehicle), menunggang kuda, atau bahkan bersenda gurau di wahana flying fox, spider web, dan wall climbing yang diasuh oleh petugas-petugas berpengalaman.
Lelah beraktifitas seharian? Maka kini saatnya Anda menjajal penganan khas tanah Sunda hasil olah ide chef Рchef profesional Kampoeng Jati Mas. Misalkan saja nasi kelemeng. Jenis nasi yang kerap disebut nasi liwet ini dimasak di dalam buah kelapa yang digarang di atas tungku, maka di caf̩ Balik Deui nasi yang telah diberi larutan santan dan potongan daun serai tersebut dimasak di dalam kastrol atau wadah besi. Selanjutnya, hidangan dilengkapi dengan topping ikan asin jambal roti serta petai yang kian mantap menjadi selingan lauk tahu, tempe, dan ayam goreng sambal dadak. Segelas ramuan Si Jambrong alias campuran jus strawberry dan nenas bisa menjadi penutup yang menyegarkan.
Wuihh, mantap kan? Mendengarnya saja, saya serasa ingin meneteskan air liur. Tapi tahan dulu! Setidaknya sampai Anda merasakan steak andalan café hasil olah keempukan irisan daging sirloin dan tenderloin yang dipanggang di atas bara api. Selaras dengan tema nusantara yang dianut oleh lokasi berkonsep one stop resort ini, maka western food tersebut dipadukan dengan cita rasa Sunda yang cukup kental. Jadi jangan heran jika Anda disajikan pilihan saus balado, rendang atau semur hingga side dishes berupa cassava (singkong) dan karedok sebagai pengganti kentang dan selada. Cukup unik kan? Sebagai hidangan penutup, Anda harus mencoba perpaduan antara cita rasa gurih dan manis cita rasa Sampey Edan.Makanan ini terbuat dari potongan singkong lembut yang disiram oleh lapisan fla yang terbuat dari tepung beras dan pandan dicampur strawberry. Hmmm…yummy…


Ingin merasakan segarnya udara pagi khas pegunungan sembari mendengarkan celoteh burung-burung liar yang hinggap di dahan jati? Just check-in the bungalows. Untuk sementara ini tempat-tempat peristirahatan yang tersedia menggunakan konsep Rumah Palembang. Sedangkan beberapa bungalow dengan konsep nusantara lainnya masih dalam tahap pengembangan. Guna dapat menikmati semua fasilitas yang ada di Kampoeng Jati Mas, para tamu cukup merogoh kocek antara Rp. 1.250.000 hingga Rp. 2.000.000. Namun rasa-rasanya harga tersebut masih belum mampu menebus indahnya suasana pedesaan yang akan Anda dapatkan. Such a heavenly paradise…
(Penulis:Dipo Ario /www.asco.co.id)

Kampoeng Jati Mas
Desa Kampung Pasir Bilik
Kecamatan Jalan Cagak
Subang, Jawa Barat
phone . +62260 470620 or +628886072548
fax. +62260 470620

Gembyung

Gembyung adalah ensambel musik yang terdiri dari beberapa waditra terbang dengan tarompet yang merupakan jenis kesenian bernafaskan Islam. Meskipun demikian, di lapangan ditemukan beberapa kesenian Gembyung yang tidak menggunakan waditra tarompet.
Gembyung merupakan jenis kesenian tradisional khas daerah Subang yang sampai sekarang masih terus dimainkan. Gembyung biasa dimainkan untuk hiburan rakyat seperti pesta khitanan dan perkawinan atau acara hiburan lainnya dan juga digunakan untuk upacara adat seperti halnya Ruatan bumi, minta hujan dan mapag dewi sri. Dalam perkembangannya saat ini, g
embyung tidak hanya sebagai seni auditif, tapi
sudah menjadi seni pertunjukan yang melibatkan unsur seni lain seperti seni tari.(www.subang.go.id)

Nanas "Si Madu"

Tidak lengkap rasanya bila berkunjung ke wilayah Subang, tidak mencicipi nanas Subang yang telah sohor ke penjuu negeri dengan nanas “si Madu “ yang rasanya manis dan tidak meninggalkan kecut di lidah. Nanas adalah salah satu produk andalan kabupaten Subang.

Setiap tahun Subang menghasilkan tidak kurang 59.000 ton nanas. Sentra produksi buah yang kulitnya bersusun sisik ini di Kecamatan Jalancagak. Tetapi, tidak semua nanas yang dihasilkan adalah nanas "Si Madu" yang kondang ke seluruh negeri. Nanas jenis ini terkenal karena berair banyak dan mempunyai rasa manis tanpa rasa getir dan tidak menyebabkan gatal di kerongkongan.

Buah yang memiliki berat antara 3-3,5 kilogram ini menjadi istimewa karena tidak mudah ditemukan. Sama seperti satu atau dua kelapa muda kopyor yang ditemukan dalam rimbunan buah kelapa, sebutir atau dua butir nanas madu mungkin bisa ditemukan dalam satu kuintal nanas. Itu sebabnya tidak mudah bagi yang ingin mencicipi buah itu menemukannya dalam deretan kios penjual nanas yang bertebaran di sepanjang jalan di Kecamatan Jalancagak.

Mengenal Lebih Jauh Nanas Subang
Nenas cv. Smooth Cayenne berukuran besar, berat buah antara 1,5 – 5 kg (rata-rata 2,3 kg). Bentuk buahnya lonjong atau silindris, warna kulit buah hijau kekuningan, dengan mata yang datar. Daging buahnya berwarna kuning pucat sampai kuning. Inti buahnya berukuran sedang. Rasa buahnya manis asam, rendah serat dan berair serta memiliki aroma yang khas. Karena rasanya yang agak masam, nenas cv. Smooth Cayenne sangat baik sebagai bahan olahan, seperti selai, juice, nenas kaleng, pure dan lain sebagainya.

Kecamatan Jalancagak merupakan sentra utama pengembangan nenas di kabupaten Subang dengan luas areal 2608 Ha atau sekitar 80 % dari total pengembangan seluas 3.253 Ha. Desa Bunihayu, Kumpay, Curugrendeng, Tambakan, Tamabak Mekar dan Cimanglid merupakan daerah yang terluas menanam nenas yaitu 492 ha, 372 ha, 268 ha, 229 ha, 215 ha dan 286 ha. Sedangkan desa lainnya dibawah 200 ha.

Sebagai tanaman rakyat, budidaya nenas di Kabupaten Subang dilakukan secara sederhana di sekitar pekarangan rumah dan tegalan, dengan input teknologi yang terbatas. Bentuk kebun rata-rata belum sehamparan dan letaknya terpencar.
Oleh karena itu, produktivitas nenas yang dihasilkan pada umumnya masih berkisar antara 20 – 35 ton/ha. Apabila teknologi budidaya dilakukan dengan lebih baik, produktivitas nenas Subang dapat ditingkatkan sampai dengan 50 - 60 ton/ha.
Rendahnya produktivitas nenas juga disebabkan karena tanaman yang diusahakan sebagian besar berumur diatas 10 tahun. Agar tanaman dapat berproduksi tinggi dengan kualitas yang terjamin, perlu dilakukan pembongkaran tanaman dan menggantikannya dengan pertanaman baru yang berasal dari bibit baru. Sebagian petani yang bermodal telah melakukan budidaya secara intensif. Mereka umumnya juga mempunyai posisi kuat dalam pemasaran.
Masa panen nenas di Kabupaten Subang berlangsung sepanjang tahun, Panen raya terjadi pada bulan Oktober sampai Januari, dengan rata-rata produksi 20 - 35 ton/ha. Panen sepanjang tahun dapat dilakukan karena petani melakukan pengaturan pola tanam dan pengaturan pembungaan dengan ethrel.
Sentra utama pengembangan nenas di Kabupaten Subang, tersebar di lima Kecamatan, yaitu Kecamatan Sagalaherang, Jalancagak, Cisalak, Tanjungsiang, dan Cijambe. Disamping itu, nenas juga dikembangkan di Kecamatan Cibogo, Pagaden, Purwadadi, Patokbeusi, Binong, Compreng dan Subang.

Usaha agroindustri nenas skala kecil mengolah nenas menjadi berbagai produk olahan seperti dodol, manisan, kripik, dan jus. Produk-produk tersebut dipasarkan untuk masyarakat menengah ke bawah di beberapa kota tertentu. Namun, karena terbatasnya teknologi dan modal, industri rumah tangga ini belum dapat berkembang dengan cepat. Oleh karena itu, industri skala rumah tangga ini masih banyak memerlukan bimbingan dan pembinaan dari pemerintah baik dalam pengembangan teknologi, kesiapan sumber daya manusia, manajemen usaha, modal usaha dan pemasaran. (www.tokohindonesia.com, www.deptan.go.id)

Wisata Kuliner : Oncom Dawuan

Desa Dawuan, Kecamatan Dawuan mungkin selintas hanya desa biasa di pinggir jalan raya Subang-Jakarta. Tapi, bagi penggemar kuliner lokal, desa ini sejak dulu terkenal dengan oncomnya. Ke desa ini, tak sedikit orang dari Subang kota, Pamanukan, Pabuaran, dan kecamatan-kecamatan lain di Subang sengaja datang hanya untuk membeli oncom yang konon rasanya sangat khas. Bahkan, tak sedikit warga Bandung, Jakarta dan beberapa kota di Jawa Tengah yang menyempatkan diri membeli oncom Dawuan ini sebagai oleh-oleh khas Subang. Doni (35 tahun), misalnya, sengaja datang dari Subang kota untuk membeli oncom Dawuan untuk dikirim ke kerabatnya di Pontianak, Kalbar. Rasa oncom Dawuan ini beda dengan oncom buatan tempat lain, sehingga pantas dijadikan oleh-olehâ, katanya.

Tak hanya itu, oncom Dawuan juga tersebar ke pasar-pasar di Subang. Di Pasar Kalijati misalnya, oncom buatan Dawuan sudah cukup mendarah daging sebagai komoditas perdagangan paling dicari setelah sembako. Di Pasar Baru, Subang, jenis oncom Dawuan ini juga merupakan komoditas yang paling dicari. Bahkan, konon masih banyak pembeli fanatik di Pasar Baru ini yang sengaja mencari oncom Dawuan.

Di Dawuan oncom pertama kali dirintis sekitar tahun 1960-an. Kemungkinan, sejak dulu produksi kacang tanah di desa ini cukup melimpah. Menurut Ketua Kelompok Usaha Kejar Usaha Oncom, Harun (55 tahun), kemudahan bahan dasar kacang tanah ini menjadi daya tarik warga Dawuan untuk mengembangkan usaha keluarga selain pertanian padi. Bapak empat orang anak ini mengaku menggeluti usaha produksi oncom ini sejak tahun 1969, tatkala masih berusia 17 tahun. Kini, Harun yang hanya lulus SD ini konsisten mengelola unit pembuatan oncom berskala rumah tangga.

Banyak suka dukanya menjadi pembuat oncom dawuan ini, kang, katanya. Ia mengenang masa jaya-jayanya oncom Dawuan sekitar sepuluh tahun lalu. Saking terkenalnya oncom Dawuan, kata suami Ny. Uminah ini, oncom Dawuan pernah dipamerkan dalam sebuah event di lokasi wisata air panas Ciater. Menjadi kebanggaan saat itu, karena banyak orang bertanya tentang oncom Dawuan selain tentunya membeli dengan jumlah banyak, kenangnya.

Pembuatan
Memproduksi oncom Dawuan sebenarnya tidak terlalu sulit. Jenis oncom yang dibuat warga Dawuan ini terdiri atas oncom suuk (kacang) atau lazim disebut oncom asli dan oncom dadut dengan bahan campuran kacang dan ampas tahu. Proses pembuatannya rata-rata dua hari dengan bantuan ragi dan pengolahan sederhana melalui kompor minyak tanah. Bambu juga digunakan sebagai bahan sasag atau dasar/alas tempat meletakkan oncom, sedangkan minyak tanah untuk proses penanakannya.
Untuk pengadaan bahan baku, para produsen oncom dawuan ini mengandalkan Pasar Inpres untuk kacang tanah dan Kopti untuk ampas tahu. Rata-rata untuk satu produsen perhari dibutuhkan bahan baku sebanyak 5 kwintal, dengan harga kacang tanah rata-rata Rp 10.000/kg. Untuk membuat oncom yang rasanya enak, harus dibuat dari kacang tanah yang berkualitas. Untuk membuat oncom yang rasanya enak harus dibuat dari kacang tanah yang berkualitas tinggi. Tidak boleh bercampur dengan kacang tanah yang sudah berhama atau buruk karena akan memengaruhi rasa dan aroma oncom.
Kacang tanah yang berkualitas juga mengandung kadar minyak yang cukup tinggi.

Biasanya dari 100 kg kacang tanah bisa menghasilkan minyak kacang sebesar 20 kg. Kacang tanah yang telah dibersihkan dimasukkan ke kampa, sejenis mesin penggilingan kacang tanah. Setelah itu, wujudnya menjadi bungkil mentah. Bungkil mentah tersebut lalu dicetak. Kadar minyaknya dipisahkan dan menjadi bungkil. Bungkil ini selanjutnya direndam dengan air yang sudah dimasak. Setelah 7 jam proses perendaman, bungkil yang sudah berubah jadi serbuk oncom tersebut dimasukkan ke dalam carangka.

Serbuk oncom itu pada sekira pukul 1.00 dini hari diseupan alias dikukus hingga masak, setelah itu dicetak berbentuk empat persegi panjang. Selama 12 jam potongan-potongan oncom tersebut ditutup atau diselimuti dengan karung setelah sebelumnya ditaburi ragi oncom secukupnya agar nantinya timbul jamur-jamur oncom. Setelah berjamur, potongan-potongan oncom diberi sasag yang terbuat dari bambu. Baru selanjutnya oncom siap dipasarkan. Menurut para produsen oncom dawuan, permasalahan yang dihadapi dalam proses produksi ini adalah hasil fermentasi yang tidak stabil, sehingga memungkinkan oncom membusuk.

Makin Menurun
Kini, pamor oncom Dawuan dirasakan Harun dan rekan-rekannya sesama produsen oncom dirasakan menurun. Penurunan ini ditandai dengan makin sedikitnya pembeli dibanding 5 atau 10 tahun lalu, kata beberapa anggota Kelompok Usaha Kejar Usaha Oncom. Ketika ditanya penyebabnya, mereka umumnya tak mengetahui secara pasti. Namun, Harun mensinyalir adanya perubahan selera makan masyarakat yang cenderung beralih ke menu orang kota. Disisi lain, katanya, kemungkinan penyebab lain adalah berkurangnya arus kendaraan yang melewati ruas jalan Subang-Kalijati-Jakarta. Mungkin, orang-orang dari arah barat (Jakarta-red) menuju Bandung kini lebih suka menggunakan jalan tol, ungkapnya. Saat ini untuk memasarkan produknya, mereka juga membuat outlet sederhana di rumah untuk melayani pembeli yang datang, selain menjualnya langsung ke pasar-pasar.

Alasan ini juga diakui beberapa produsen oncom yang masing-masing tinggal tak berjauhan. Mungkin juga kurang promosi kata mereka. Promosi ini menjadi kendala tersendiri bagi mereka. Maklum, kemampuan para pembuat oncom ini baru terbatas pada aspek produksi saja, belum ke aspek perluasan pasar. Meredupnya pamor oncom Dawuan ini tak pelak mengembalikan pola ekonomi rakyat setempat kebentuk pertanian lagi dari sektor industri kecil. Kini, untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, kami menggarap sawah yang tidak begitu luas, kata Harun. Hal ini dilakukan karena ia masih berkewajiban membiayai sekolah dua dari empat anaknya.

Dengan bahan baku 5 kuintal, kata Harun, ia meraup keuntungan kotor Rp 75 ribu per hari. Penghasilan bersih tentunya lebih kecil, karena harus dikurangi biaya untuk modal, keluhnya. Penghasilan ini didapat dari penjualan sekitar 5 ancak dari 10 ancak yang diproduksi perhari. Tarip per ancak oncom Dawuan ini tergantung dari jenisnya. Untuk oncom suuk/kacang harganya Rp 50 ribu per ancak atau Rp 500 per potong. Untuk 1 ancak, bisa menjadi sekitar 1.000 potong, kata Harun. Lain halnya dengan oncom dadut, harganya jauh lebih murah. Dengan uang Rp 20 ribu, pembeli dapat memperoleh satu ancak oncom dadut. Murahnya harga oncom dadut ini dikarenakan bahan bakunya campuran antara kacang tanah dan ampas tahu. Sementara oncom asli bahannya melulu kacang tanah.

Selama ini, Harun dibantu anggota keluarganya untuk memproduksi oncom. Pola pemanfaatan tenaga kerja keluarga ini juga diterapkan para produsen lain. Langkah ini mengurangi biaya tenaga kerja yang saat ini tak mungkin terbayar, kata rekan-rekan harun. Untuk permodalan, selama ini ia beserta kelompok usahanya menjalin kerjasama dengan pihak BRI unit. Mengenai berbagai kendala ini, Harun dan rekan-rekannya berharap adanya ketulusan pihak terkait untuk lebih memperhatikan para produsen oncom yang belum terfasilitasi, baik dari segi pemasaran maupun permodalan.. Harapan kami, dimasa depan produksi oncom meningkat dan dikembangkan dengan memproduksi gorengan oncom, kata mereka.(www.oncom.dagdigdug.com)

Oleh Nanang Saptono


Pendahuluan

Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang berada di daerah pantai utara. Wilayah Kabupaten Subang luasnya 2.051,76 km². Kondisi geografis terdiri dari dua wilayah, yaitu di utara yang merupakan pedataran rendah yang langsung mengarah ke Laut Jawa dan wilayah selatan yang merupakan pedataran tinggi bergunung. Wilayah utara cenderung merupakan kawasan sentra perdagangan. Hal ini karena wilayah itu dilintasi jalur Pantura yang merupakan salah satu jalur paling sibuk di Pulau Jawa. Di wilayah ini terdapat dua kota kecamatan, yaitu Ciasem dan Pamanukan. Wilayah selatan merupakan sentra perekonomian yang berbasis pada sektor agraris. Subang wilayah selatan banyak terdapat area perkebunan seperti karet dan teh. Di samping itu Subang terkenal sebagai salah satu daerah penghasil buah nanas yang dikenal dengan nama nanas madu. Nanas madu dapat ditemui di sepanjang Jalancagak yang merupakan persimpangan antara Wanayasa-Bandung-Sumedang dan Kota Subang sendiri. Wilayah selatan Subang juga merupakan kawasan wisata khususnya wisata alam yang didukung dengan wisata agro. Di antara perkebunan teh di daerah Ciater, terdapat objek wisata sumber mata air panas. Selain itu juga terdapat wisata alam air terjun Curug Cijalu yang terletak di daerah Sagalaherang dan Curug Cileat di Kecamatan Cisalak. Potensi wisata di wilayah selatan ini masih bisa ditingkatkan lagi dengan mengembangkan objek wisata budaya. Salah satu objek wisata budaya yang sudah cukup dikenal adalah wisata ziarah makam Arya Wangsa Goparana. Tokoh ini dipercaya sebagai putra Sunan Wanaperi, raja Kerajaan Talaga, yang menjadi penyebar Islam di Sagalaherang. Makam Arya Wangsa Goparana terdapat di Blok Karang Nangka Beurit, Desa Sagalaherang Kaler, Kecamatan Sagalaherang (Munandar, 2007: 107-109; Kusma 2007: 21-22). Selain makam Arya Wangsa Goparana, beberapa objek arkeologi telah ditemukan di wilayah Sagalaherang. N.J. Krom dalam "Rapporten van de Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie 1914" mencatat adanya tinggalan arkeologis, antara lain berupa mangkuk, piring, pinggan, dan baki perunggu yang ditemukan di Cijengkol. Di Desa Batu Kapur pernah juga ditemukan benda arkeologis berupa arca Maitreya dari perak. Di Sindangsari pernah ditemukan senjata upacara dari perunggu (Krom, 1915: 36 ? 37). Di Museum Sri Baduga Bandung terdapat koleksi arca Nandi berasal dari Dusun Selaawi, Desa Cipancar, Kecamatan Sagalaherang. Pada Oktober 2006 telah ditemukan benda perunggu yang sangat langka. Benda itu ditemukan di Kampung Tangkil, Desa Cintamekar, Kecamatan Sagalaherang. Sebelumnya, benda sejenis ini ditemukan hanya dua, yaitu di Kerinci dan di Madura. Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti periuk berleher panjang tetapi tipis. Di bagian tepi terdapat tonjolan yang di tengahnya berlobang, mungkin sebagai tempat tali untuk mengikat sebagaimana tempat ikan dari anyaman bambu yang diikatkan di pinggang (Munandar, 2007: 104; Kusma 2007: 10). Banyaknya data arkeologis yang ditemukan di wilayah Subang selatan menunjukkan bahwa wilayah tersebut menyimpan informasi sejarahbudaya yang sangat menarik untuk diketahui. Keberadaan benda-benda tersebut mungkin ada kaitannya dengan Situs Talun di Desa Talagasari yang juga termasuk di wilayah Kecamatan Sagalaherang.



Situs Talun dan data pendukung yang menyediakan informasi masa lampau daerah Sagalaherang ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata khususnya wisata budaya di wilayah tersebut. Agar hasilnya dapat maksimal maka perlu strategi pengembangan melalui analisis potensi dan masalah yang ada.



Konsep Dasar Pengembangan Wisata
Peluang pengembangan wisata di Kampung Talun pada umumnya berbasis pada wisata terpadu dengan memanfaatkan tinggalan budaya dan potensi alam. Budaya dan alam merupakan dua hal yang selalu mengusik rasa keingintahuan manusia. Rasa ingin tahu ini mendorong seseorang untuk mengadakan perjalanan (Pendit, 1994: 217?218). Perjalanan yang dilakukan seseorang apabila tidak disertai dengan perasaan ingin tahu maka akan tidak memberi arti kepada dirinya sendiri. Pada hakikatnya perjalanan adalah alat untuk mencapai emansipasi diri, intelegensia, dan jiwa pada seseorang. Emansipasi pribadi yang menyangkut tiga hal itu lazim disebut personal culture. Personal culture dihasilkan dari dan oleh pengetahuan serta pengalamannya dalam melakukan perjalanan. Pemikiran inilah yang melandasi pengembangan kepariwisataan, yaitu bertujuan untuk peningkatan emansipasi wisatawan, sehingga wisatawan harus mendapatkan gambaran yang baik dan lengkap tentang apa yang dilihat, dikunjungi, dan dinikmatinya untuk mencapai emansipasi diri. Ada beberapa hal yang ingin diketahui wisatawan. Hasil pooling yang dilakukan Pacific Area Travel Association (PATA) terhadap wisatawan Amerika Utara menunjukkan bahwa sektor kebudayaan merupakan yang paling ingin diketahui. Lebih dari setengah wisatawan yang mengadakan kunjungan ke Asia dan kawasan Pacific tertarik pada pengetahuan tentang adat istiadat, kesenian, sejarah, bangunan kuno, dan peninggalan-peninggalan purbakala lain (Pendit, 1994: 219). Keingintahuan manusia terhadap peninggalan purbakala memang sangat beralasan. Pada peninggalan purbakala terdapat informasi mengenai identitas budaya. Suatu unsur penting identitas budaya adalah kesadaran sejarah yang dimiliki bersama suatu bangsa. Kesadaran sejarah itu akan membawakan ingatan akan asal-usul budaya, peristiwa yang telah dialami, dan harapan di masa depan (Sedyawati, 1992/1993: 23). Oleh karena itu, pengetahuan tentang masa lampau sangat menjadi kebutuhan manusia berbudaya, sehingga mengetahui masa lampau merupakan salah satu hak asasi manusia yang dalam (Mc Gimsey, 1972: 5). Berdasarkan pemikiran tersebut, konsep pengembangan pariwisata sangat perlu menyertakan sektor budaya, demikian juga dalam konsep pengembangan pariwisata di Situs Talun. Lokasi Situs Talun, Modifikasi dari Peta Provinsi Jawa Barat Sumber: Indo Prima Sarana, Surabaya, tanpa tahun Kampung Talun di mana terdapat Situs Talun berada agak jauh dari jalan utama. Lokasi ini dapat ditempuh dari Kota Subang melalui jalan raya arah Bandung, hingga Jalancagak. Dari sini kemudian melalui jalan alternatif menuju Wanayasa dengan melewati Sagalaherang. Pada perkebunan teh di sebelah barat Sagalaherang, selanjutnya ke arah utara dengan melewati jalan desa yang sudah beraspal hingga Kampung Talun. Situs Talun berada pada suatu dataran bergelombang dengan ketinggian antara 200-650 m dari permukaan laut. Situs berada di ujung selatan kampung, atau sekitar 200 m di sebelah barat jalan desa, tepatnya pada posisi 06º 38? 02,3? LS dan 107º 37? 32,7? BT dengan ketinggian lokasi sekitar 454 m dpl. Secara geografis kawasan Kampung Talun dikelilingi oleh beberapa bukit (pasir), yaitu di sebelah tenggara kampung terdapat Pasir Cibadakpasea (475 m), dan di sebelah timur laut terdapat Pasir Nyomot (640 m). Situs Talun pertama kali mendapat perhatian dunia arkeologi pada sekitar bulan November 1993. Penelitian secara sistematis baru dilaksanakan pada tahun 2006 oleh Balai Arkeologi Bandung dan pada tahun 2007 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang. Rangkaian penelitian ini merupakan suatu perhatian terhadap aktivitas kelompok masyarakat yang menaruh perhatian pada peninggalan purbakala dan melakukan penggalian di situs tersebut. Penggalian itu telah menampakkan struktur bata membujur arah utara-selatan terdiri dua lajur sepanjang 6,80 m. Ujung utara dan selatan merupakan bagian sudut yang bersambung dengan struktur melintang arah timur-barat. Struktur melintang di bagian utara dan selatan masing-masing juga terdiri dua lajur. Pada struktur bagian utara terlihat terdiri lima lapis bata, sedang bagian selatan belum seluruhnya terlihat. Penelitian yang dilakukan Balar Bandung dalam bentuk ekskavasi dengan mengacu pada struktur bata yang telah tersingkap. Ekskavasi dilakukan di sebelah timur struktur bata, hingga mencapai kedalaman sekitar 1,5 m. Hasil ekskavasi telah menampakkan sisa struktur bata pada kedalaman 1,30 m terdiri dua unit. Unit pertama berada di sisi barat merupakan fondasi (batur) bangunan berdenah bujur sangkar dengan ukuran 7 x 7 m dengan struktur lantainya. Unit kedua ditemukan di sebelah timur unit pertama berupa struktur bata rolak yang belum ditampakkan secara keseluruhan. / Struktur Bata yang Ditemukan pada Ekskavasi Tahun 2006 Dok. Balai Arkeologi Bandung/ Struktur lantai yang terlihat jelas terdiri tiga lapis. Lapisan paling atas, bata disusun memanjang barat-timur, lapisan di bawahnya disusun memanjang utara-selatan, dan lapisan bata paling bawah disusun memanjang barat-timur. Teknik penyusunan bata tidak terlihat menggunakan lapisan perekat. Jarak antarbata (nat) sangat sempit. Perekat antar bata diperkirakan berupa tanah liat halus. Permukaan bata dibuat secara halus sehingga memungkinkan penyusunan secara sempurna. Struktur bata dalam posisi tegak (rolak) juga disusun dengan jarak sangat sempit. Lapisan perekat antarbata tidak terlihat secara tegas. Selain struktur bata juga ditemukan artefak penting lain berupa fragmen keramik putih biru yang ditemukan di bawah konsentrasi fragmen bata pada kedalaman sekitar 60 cm. Fragmen tersebut merupakan pecahan mangkuk dari Cina masa Dinasti Ming (abad ke-14 ? 17). Fragmen keramik lainnya ditemukan pada kedalaman 77 cm, yang merupakan fragmen bagian badan bewarna putih. Fragmen keramik ini berasal dari Cina masa Dinasti T?ang (abad ke-7 ? 10) dari bentuk buli-buli (Saptono, 2007: 20 ? 23). / Struktur Bata Sisi Selatan yang Ditemukan pada Ekskavasi Tahun 2007 Dok. Nanang Saptono/ Penelitian 2007 oleh Disbudpar Kabupaten Subang pada dasarnya melanjutkan hasil penelitian Balar Bandung. Penelitian dalam bentuk ekskavasi ini dilakukan dalam upaya menampakkan struktur bata rolak yang telah tersingkap pada waktu penelitian 2006. Secara umum ekskavasi 2007 berhasil menampakkan struktur bata sisi timur dan selatan (Tim Penelitian, 2007). Struktur bata sisi timur berupa susunan bata rolak terdiri dua lajur dalam orientasi utara ? selatan. Bata disusun tanpa menggunakan lapisan spesi, namun di antara bata terdapat celah tipis. Kondisi demikian memungkinkan penggunaan lapisan perekat seperti misalnya tanah liat. Ujung selatan struktur tersebut bertemu dengan struktur sisi selatan yang berorientasi timur barat. Bagian sisi ini susunan bata terdiri tiga lajur dengan orientasi timur barat agak miring ke arah utara. Ujung barat struktur bata tersebut terputus dengan demikian belum dapat dipastikan bahwa struktur berakhir pada titik tersebut. Dengan memperbandingkan jarak antara struktur lantai hasil ekskavasi Balar Bandung 2006 terhadap sudut tenggara struktur, dapat diduga bahwa ujung barat sisi selatan bangunan yang juga merupakan sudut baratdaya berada di titik tersebut. Ekskavasi 2007 juga menemukan fragmen keramik asing bagian tepian dari bentuk mangkuk. Secara utuh, diameter mangkuk 21 cm. Ciri fisik yang terlihat terbuat dari bahan stoneware. Hiasan berwarna hitam di bawah glasir. Motif hias berupa garis-garis sejajar membentuk pola tumpal dan floral. Ciri semacam ini menunjukkan berasal dari Sukotai, Thailand. Keramik demikian diproduksi pada sekitar abad ke14-15 M (Adhyatman, 1990: 75). Struktur bata yang terdapat di Situs Talun secara keseluruhan terdiri dua jenis. Penelitian 2006 menemukan struktur lantai, demikian juga struktur yang tersingkap akibat aktivitas penggalian masyarakat juga dapat diduga sebagai lantai. Pada penelitian 2007 telah ditemukan struktur bata dalam susunan rolak berada di sebelah selatan struktur lantai. Struktur bata dalam susunan rolak tersebut merupakan sisi selatan dan timur bangunan. Sementara ini sisi barat dan utara belum ditemukan. Memerhatikan kondisi lahan di sekitar temuan, kemungkinan besar struktur sisi barat dan utara sudah rusak total. Bentuk bangunan secara utuh belum dapat digambarkan. Berdasarkan data yang sudah ada, terlihat adanya struktur lantai berukuran sekitar 7 x 7 m dikelilingi struktur dalam susunan rolak. Biasanya struktur rolak diterapkan pada bagian fondasi bangunan. Lebar susunan yang mencapai lebih dari 60 cm meragukan bahwa bagian tersebut merupakan fondasi. Kemungkinan bagian susunan bata rolak adalah semacam jalan yang mengelilingi ruangan berlantai bata, atau batas luar ruangan berlantai bata. Secara keseluruhan unit bangunan tersebut berukuran sekitar 13 x 13 m. Mengingat bata yang ditemukan dalam jumlah yang sedikit, dapat diduga bagian atas bangunan (tubuh dan atap) terbuat dari bahan yang mudah rusak (kayu). Bentuk bangunan mungkin merupakan semacam pendapa terbuka tanpa dinding. Bangunan dengan bentuk semacam ini misalnya terdapat di komplek Siti Hinggil Keraton Kasepuhan, Cirebon. Di kompleks tersebut terdapat bangunan yang disebut Semar Kinandu. Bangunan ini terbuka tanpa dinding dengan fondasi ditinggikan. Atap empat persegi pada puncaknya berbentuk limas. Atap disangga empat tiang. Fungsi bangunan sebagai tempat penghulu keraton jika ada audiensi di Siti Hinggil (Ambary, 1982: 77; Nur, 2006: 7). *Potensi dan Permasalahan Situs Talun* Situs Talun merupakan objek arkeologis yang sangat langka yang ditemukan di Subang selatan. Kawasan Subang selatan selama ini banyak mempunyai objek wisata khususnya wisata alam dan wisata agro. Situs Talun mungkin dapat dikembangkan sebagai objek wisata khususnya wisata budaya. Untuk mengetahui potensi yang disandang situs tersebut perlu dilakukan analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threats) terhadap Situs Talun. Model analisis SWOT pernah diujicobakan Muhammad Chawari terhadap pemanfaatan bangunan tradisional Jawa di Kampung Kauman, Yogyakarta bagi pengembangan pariwisata (Chawari, 2004: 112 ? 127). Analisis SWOT mengkaji potensi berdasarkan dua faktor utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi keluaran kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses). Sedangkan faktor eksternal meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Analisis SWOT dilakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang kemampuan objek dalam rangka pengembangan kepariwisataan. Melalui analisis ini akan dihasilkan skenario pengembangan pariwisata di Situs Talun. / Telaga di Kampung Talun, Potensi Wisata yang Belum Dikembangkan (Dok. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang)/ Kekuatan (/strength/) yang disandang Situs Talun di antaranya adalah objek tinggalan berupa struktur bata yang ada hubungannya dengan sejarah Kerajaan Taruma atau Kerajaan Sunda. Informasi tentang masa lampau ini ditunjang pula dengan beberapa tinggalan yang pernah ditemukan di wilayah itu. Dengan demikian, Situs Talun akan dapat memberikan banyak informasi tentang masa lampau Jawa Barat khususnya Subang. Selain itu posisi situs yang berada di pinggir jalan juga merupakan faktor positif bagi Situs Talun. Akses menuju Situs Talun sangat mudah ditempuh dari Kota Subang. Kondisi jalan pada saat ini sudah beraspal meski pun belum berkualitas hotmix. Prasarana transportasi ini akan memudahkan orang untuk mengunjunginya. Daya tarik daerah juga didukung adanya telaga yang dijadikan ikon nama desa, yaitu Talagasari. Di telaga ini pada waktu-waktu tertentu diadakan wisata hiburan khususnya memancing. Kaitannya dengan daya tarik kunjungan juga ada dua lokasi makam yang dikeramatkan yaitu Sanghyang Teteg yang berada di tepi telaga dan makam Ratna Inten Sari. Kelemahan Situs Talun yaitu objek utama belum dapat dinikmati. Struktur bata yang dapat dijadikan andalan objek masih dalam tahap penelitian. Informasi akademik tentang masa lampau yang disandang Situs Talun masih sebatas pada kalangan tertentu terutama para pendidik dan peneliti. Publikasi yang sudah dilakukan belum menyentuh masyarakat luas, meskipun bagi masyarakat Subang sendiri Situs Talun sudah cukup didengar, dikenal, dan diketahui. Daya tarik wisata pendukung seperti wisata hiburan memancing belum dikelola serta diselenggarakan secara rutin dan sering. Peluang pengembangan situs menjadi objek wisata sangat besar. Kawasan Subang selatan merupakan daerah tujuan wisata khususnya wisata alam dan wisata agro. Promosi wisata ke Situs Talun dapat dengan mudah disertakan pada promosi wisata yang sudah ada. Pengembangan Situs Talun sendiri sebaiknya dikemas menjadi satu paket dengan objek wisata yang ada. Dalam hal ini wisata di telaga dan beberapa tempat ziarah. Dengan demikian paket wisata yang ada meliputi wisata budaya, wisata alam, wisata agro, dan wisata hiburan. Ancaman (threats) yang dihadapi pengembangan objek dapat dikatakan relatif kecil. Objek yang ada merupakan aset desa yang secara kecil-kecilan sudah dikelola. Kecuali lahan situs Talun masih merupakan milik penduduk setempat. Kajian potensi dan permasalahan Situs Talun melalui paparan analisis SWOT tersebut dapat disusun beberapa skenario sebagaimana matriks berikut.

Matriks Skenario
Apabila kekuatan (S) dipertemukan dengan peluang (O) yang terlihat adalah skenario pengembangan, maka objek wisata di Talun berpeluang untuk dikembangkan dan dimasyarakatkan karena lokasinya dapat dijangkau. Pengembangan ini tentunya harus disertai pula dengan konsolidasi internal. Skenario konsolidasi internal ini diperoleh dengan jalan memperhatikan kelemahan (W) yang dipertemukan dengan peluang (O). Memerhatikan hal ini perlu dilakukan persiapan pengembangan antara lain melalui pengungkapan struktur bata secara lebih dalam lagi dan perencanaan event atraksi budaya yang dapat diselenggarakan. Selain itu faktor aksesbiltas juga perlu diperhatikan dengan jalan peningkatan mutu prasarana transportasi. Dengan demikian paket wisata yang ditawarkan akan lebih lengkap dan dapat dengan mudah dinikmati semua lapisan masyarakat. Kekuatan (S) yang ada bila dipertemukan dengan ancaman (T) akan muncul skenario penguatan pengembangan program. Salah satu penyelesaian masalah yang dihadapi Situs Talun dalam skenario penguatan adalah dilakukannya pengalihan hak atas lahan dari masyarakat menjadi milik negara. Skenario selanjutnya adalah dengan memperhatikan kelemahan (W) yang dipertemukan dengan ancaman (T). Skenario ini akan melahirkan introspeksi untuk konsolidasi terhadap kebijakan program yang mendesak diwujudkan. *Kristalisasi Gagasan Pengembangan* Kawasan Situs Talun mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Potensi yang dimiliki berupa tinggalan arkeologi yang berkaitan dengan sejarah Kerajaan Taruma dan Kerajaan Sunda, makam keramat, serta kondisi alam terutama telaga. Potensi yang ada tersebut agar memunyai nilai lebih perlu dilakukan beberapa peningkatan melalui penelitian, pengkajian, dan penataan terhadap tinggalan yang ada serta peningkatan penyelenggaraan event wisata yang dengan memanfaatkan kondisi alam, yaitu telaga. Dalam hal peningkatan mutu tinggalan arkeologi terdapat kendala yang perlu diatasi, yaitu masalah kepemilikan lahan. Oleh karena itu, perlu pengalihan hak atas lahan. Beberapa hal tersebut, perlu dilakukan skala prioritas dalam pelaksanaannya sehingga pada akhirnya akan terwujud Kampung Talun sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Subang selatan.

Kepustakaan:
Adhyatman, Sumarah. 1990. Antique Ceramics Found in Indonesia. Jakarta: The Ceramic Society of Indonesia.
Ambary, Hasan Muarif. 1982. "Historical Monuments" dalam Cerbon. Jakarta: Yayasan Mitra Budaya-Penerbit Sinar Harapan.
Chawari, Muhammad. 2004. "Model Pemanfaatan Bangunan Tradisional Jawa sebagai Salah Satu Objek Wisata Budaya: Kasus di Kampung Kauman Yogyakarta" dalam Berkala Arkeologi, Tahun XXIV, No. 1/Mei 2004, hlm. 112 ? 128.
Krom, N.J. 1915. "Rapporten van de Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie (ROD) 1914". Uitgegeven door het Bataviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia: Albrecht & Co.
Kusma, et al. 2007. Sejarah Kabupaten Subang. Subang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang. Mc Gimsey, Charles R. 1972. Public Archaeology.New York: Seminar Press.
Munandar, Agus Aris (ed.). 2007. Profil Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Jawa Barat dalam Khasanah Sejarah dan Budaya. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat.
Nur, Adin Imaduddin (ed.). 2006. Potensi Wisata Budaya Kota Cirebon. Cirebon: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon.
Pendit, Nyoman S. 1994. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.
Saptono, Nanang. 2007. "Struktur Bata di Situs Talun: Data Permukiman di Kawasan Subang", dalam Sumijati Atmosudiro (ed.) Selisik Masa Lalu. Bandung: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, hlm. 17-26.
Sedyawati, Edi. 1992/1993. "Arkeologi dan Jatidiri Bangsa" dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi VI. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, hlm. 23-36.
Tim Penelitian. 2007. Laporan Hasil Penelitian Situs Talun Desa Talagasari, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang. Subang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang.
(www.wisatamelayu.com)

DAWUAN KIDUL JUARA PASANGGIRI TUTUNGGULAN


Tim Tutunggulan Dawuan Kidul

Dalam rangka lomba pasanggiri tutunggulan ke-2 Bupati Cup se-Kabupaten Subang yang dilaksanakan di Dusun Cinangling Desa Cisampih Kecamatan Dawuan, sebanyak 29 kelompok yang terdiri dari 6 wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Subang telah resmi dibuka oleh Wakil Bupati Subang Ojang Sohandi, S.STP, M.Si dengan didampinggi oleh Bupati Subang Eep Hidayat, M.Si dan Asda I Drs. H. Aseng Junaedi, M.Si. serta dihadiri oleh para unsur muspida dan para camat yang ada di Kabupaten Subang (1/7).

Dalam sambutannya Wakil Bupati Subang memaparkan program Kabupaten Subang yang berbasiskan Gotong Royong. Khususnya di Desa Cisampih, menurut Wakil Bupati, praktek Gotong Royong telah berjalan secara spontan dengan didukung penuh oleh Pemerintah Kabupaten Subang diantaranya melalui seni dan budaya. Dengan diadakannya Lomba atau pasanggiri tutunggulan ini semoga menjadi salah satu perwujudan kepedulian masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Subang akan budaya nenek moyang yang harus selalu dilestarikan sehingga kedepannya Kabupaten Subang menjadi salah satu daerah tujuan wisata budaya sehingga bisa menambah devisa pendapatan daerah Kabupaten Subang.


Tim Tutunggulan Dawuan Kidul

Dalam sambutannya Wakil Bupati juga merasa bangga atas terselenggaranya pasanggiri ini, karena akan membina masyarakat untuk mencintai budaya dan tergugah untuk melestarikannya kembali, contohnya seni budaya tutunggulan ini yang hanya menggunakan lisung dan halu untuk menumbuk padi sehingga menghasilkan irama yang harmonis. Wakil Bupati juga berterima kasih kepada para sesepuh yang telah setia melestarikan seni tutunggulan ini dengan menurunkan bakatnya kepada generasi muda.

Dalam lomba pasanggiri tutunggulan ini, peserta tidak hanya memainkan lisung dan halu saja, akan tetapi bisa membawa alat tradisional tambahan sebagai pelengkap diantaranya jubleg, dulang, kuhkuran atau alat pengeruk kelapa, gentong, kendi dan etem. Jenis penjurian yang dinilai para juri pasanggiri tutunggulan ini diantaranya kekompakan personil, keselarasan dan keserasian nada atau irama serta kreatifitas. Keluar menjadi pemenang dalam pasanggiri tersebut adalah tim tutunggulan dari dusun Dawuan I desa Dawuan Kidul. (www.subang.go.id)


Curug Bentang, Subang

Kampung Banceuy adalah satu dari empat lokasi yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Subang sebagai Desa Wisata Wangun Harja sejak tahun 1999. Empat desa yang berada pada ketinggian 800-1.100 meter di atas permukaan laut itu meliputi Desa Sanca, Cibitung, Cibadak, dan Cibeusi. Semuanya di wilayah Kecamatan Ciater.
Kampung Banceuy berjarak sekitar 30 km dari pusat Kabupaten Subang, 32 km dari Bandung, atau 185 km dari Jakarta (melalui Tol Jakarta-Cikampek). Dari Subang atau Bandung, lokasi itu bisa ditempuh selama 40-60 menit perjalanan darat melalui Desa Palasari, Sarireja, atau Kasomalang di Kecamatan Jalancagak.
Atang Mulyana (66), Ketua Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Desa Wisata Wangun Harja, mengatakan, kawasan Wangun Harja memiliki sejumlah obyek yang bisa dikunjungi. Di area seluas sekitar 100 hektar itu terdapat Bukit Wangun Harja, Curug Bentang (di perbatasan Desa Sanca dan Cibitung), Curug Cibareubeuy (Desa Cibeusi), dan Situs Cibadak (Desa Cibadak). Di desa tersebut terdapat sebuah sungai besar yang menjadi sumber air bagi pertanian penduduk. Pada aliran sungai inilah terdapat curug bentang yang biasanya para wisatawan mandi di bawah curug tersebut.

Curug Bentang, Subang

Ada pula beberapa makam yang masih diziarahi, seperti makam Aki Leutik (Raden Ismail Saleh), makam Prabu Jaya Tumenggung, dan makam Eyang Haji Pungkur (Haji Singadiraksa). Keberadaannya dilindungi dan telah ditetapkan sebagai Situ Kampung Adat Banceuy oleh Balai Pengelolaan Kepurbakalaan Sejarah dan Nilai Tradisional

Setiap tahunnya di desa tersebut diadakan acara pesta rakyat yaitu Ruatan Bumi yang telah dikemas dalam suatu paket wisata. Ruatan Bumi adalah salah satu upacara adat masyarakat agraris yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Subang, tepatnya di Kampung Banceuy Wangun Harja. Ruatan berasal dari kata rawat atau merawat yang artinya mengumpulkan seluruh masyarakat kampung serta hasil bumi, baik yang masih mentah maupun yang sudah diolah. Upacara Ruatan Bumi dilaksanakan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan YME atas keberhasilan hasil pertanian dan sebagai tolak bala serta ungkapan penghormatan terhadap nenek moyang mereka yang telah berjasa meningkatkan taraf hidup di Kampung Banceuy tersebut. Acara Ruatan Bumi di Kampung Banceuy ini telah dilaksanakan sejak tahun 1800 Masehi.

"Rumah Sejarah", demikian nama museum yang sampai saat ini tetap eksis walaupun telah berusia setengah abad lebih. Rumah Sejarah itulah yang menjadi saksi bisu penyerahan kekuasaan Belanda yang telah menjajah Indonesia selama 350 tahun kepada Jepang, 8 Maret 1942. Lokasi Rumah Sejarah di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma Kalijati Subang, Jawa Barat sekitar 133 kilometer arah timur ibu kota Jakarta, sekitar 2 jam perjalanan darat. Kondisi bangunannya tetap terjaga karena sejak kemerdekaan berada dalam Pangkalan Udara (PU) Militer bernama PU Kalijati (berganti menjadi Lanud Suryadarma sejak 7 September 2001).
Rumah Sejarah awalnya dibangun tahun 1917 untuk rumah dinas perwira Staf Sekolah Penerbang Hindia Belanda di PU Kalijati. Guna mengenangnya sebagai tempat bersejarah, pada 21 Juli 1986 atas inisiatif Komandan Lanud Kalijati saat itu, Letkol Pnb Ali BZE meresmikannya sebagai sebuah museum dengan nama "Rumah Sejarah". Dengan demikian, generasi penerus bangsa akan mengetahui tempat tersebut sebagai tempat penyerahan kekuasaan penjajahan Belanda kepada Jepang.

Sejak diresmikan, memori terhadap peristiwa bersejarah itu, khususnya dari para pelaku perjuangan kemerdekaan tanah air kembali terkenang. Hal ini terbukti dengan diperingatinya 60 tahun berakhirnya era penjajahan Belanda di Rumah Sejarah itu pada 9 Maret 2002 oleh Yayasan 19 September 1945 dan Yayasan Ermelo 96 sebagai paguyuban para pelaku perjuangan kemerdekaan. Acara tersebut dihadiri juga beberapa pejabat pemerintah dan pejabat teras Markas Besar TNI Angkatan Udara termasuk Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Hanafi Asnan.

Walaupun berada di kompleks Lanud Suryadarma, pengawasan dan perawatan Rumah Sejarah berada di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Subang. Hal itu disebabkan Rumah Sejarah merupakan salah satu cagar budaya milik pemerintah yang berada di Kabupaten Subang.

Keadaan fisik bangunan Rumah Sejarah tidak beda dengan rumah yang sekarang masih berdiri di Kompleks Garuda, Lanud Suryadarma, yaitu terdiri dari ruang tamu dan ruang tengah, tiga kamar, dan ruangan belakang. Di ruang tamu terdapat lemari kaca (vitrin) yang memuat batu prasasti mini kotak ukuran 40 cm x 50 cm buatan tentara Jepang sebagai tanda peringatan menyerahnya Belanda kepada Jepang, di sampingnya terdapat sepasang pedang. Kemudian di tengahnya terdapat meja kursi kuno dan di kedua sudutnya ada lemari sudut kaca menyimpan benda koleksi mantan penghuni rumah.

Di ruang tengah sebagai bekas tempat perundingan terdapat meja persegi panjang dengan delapan kursi kuno beserta kain penutup bercorak kotak-kotak hitam putih. Di depan tiap kursi terdapat nama para pejabat Belanda dan Jepang saat melakukan perundingan. Pada sisi kanan kirinya terdapat dua bendera kedua bangsa dan di tembok menempel lukisan sebuah momen perundingan.

Di kamar pertama yang terletak di bangunan depan terdapat tiga papan memuat foto-foto sejarah. Pada papan pertama terpampang tulisan menyerahnya pemerintahan Belanda kepada Jepang dan dialog Panglima Imamura dengan Gubernur Jenderal Belanda serta Panglima Ter Porten. Terdapat pula foto bersama pejabat kedua negara setelah/sebelum perundingan dan foto bangunan lama di PU Kalijati. Pada sisi kanan terdapat lukisan menggambarkan tiga lokasi pendaratan pasukan Jepang ke Indonesia.

Pada kamar kedua terdapat rak buku-buku, album foto, dan radio kuno. Di sampingnya terdapat papan foto-foto sejarah mengenai kondisi Sekolah Penerbang Belanda dan mes para penerbang dan kru pesawat di PU Kalijati. Terdapat juga foto kondisi PU Kalijati, PU Husein Sastranegara Bandung, PU Semarang, dan PU Cililitan di Jakarta. Di samping itu, ada foto-foto pesawat tempur Jepang, aktivitas tentara Jepang, juga foto mantan beberapa serdadu Jepang yang tiap bulan September ke Lanud Suryadarma.

Sersan Kinoshita meninggal saat pertempuran melawan Belanda di PU Kalijati. Saat ini, makamnya dijadikan monumen dengan nama "Monumen Sejarah Tentara Jepang", diresmikan pada 1986 setelah sebelumnya berupa makam biasa dan tahun 2003 atapnya mulai diberi cungkup. Kemudian tahun 2007 mulai dipagar sehingga monumen tersebut terkesan terawat karena berpagar dan bercungkup. Monumen itulah yang menjadi sarana berdoa mantan Tentara Jepang sebagai rekan Sersan Kinoshita ketika berkunjung ke Lanud Suryadarma, selain bernostalgia ke Rumah Sejarah dan Museum Amerta Dirgantara Mandala.

Pada kamar ketiga terdapat sebuah tempat tidur kuno dari besi, wastafel, dan papan foto-foto pesawat tempur Jepang. Terdapat pula papan yang bertuliskan proses penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang dalam bahasa Jepang dan Belanda. Kemudian di ruang belakang terdapat sebuah ruangan bekas kamar mandi dan dapur. Di beranda belakang rumah terhampar halaman luas, dari pintu belakang terdapat jalan berlantai dan beratap sirap menuju ke bangunan pada sisi kiri halaman. Bangunan itu berupa sebuah garasi, sebuah ruangan (untuk kantor staf Rumah Sejarah), dapur, dan kamar mandi.

Sampai saat ini, Museum Rumah Sejarah masih menjadi salah satu tujuan kunjungan siswa-siswa sekolah untuk study tour dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas bahkan mahasiswa yang berada di wilayah Kabupaten Subang, Purwakarta, dan Jawa Barat. Pengunjung biasanya melihat juga helikopter di Skadron Udara 7 Lanud Suryadarma serta Museum Pesawat Amerta Dirgantara sebagai sebuah museum kedirgantaraan sekaligus markas Pusat Pendidikan Terbang Layang (Pusdik Terla) Federasi Aerosport Seluruh Indonesia (FASI) di mana terdapat Pesawat Gelatik dan Glider untuk kegiatan olah raga terbang layang nasional.

Pendudukan Jepang

Awal mulanya, ketika Vice Admiral Takashi dari Jepang beserta bala tentaranya mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa 1 maret 1942. Mereka memilih tiga tempat pendaratan, yaitu di Merak, Banten, dipimpin Letnan Jenderal Hithoshi Imamura. Kedua, di Pantai Eretan Wetan, pantai utara Jawa Barat, dipimpin Kolonel Shoji yang disertai oleh tentara udara dipersiapkan untuk menyerang PU Kalijati. Ketiga, di daerah Pantai Kranggan, Jawa Tengah, dipimpin Brigade Sakaguchi.

Kolonel Shoji beserta 3.000 anggota pasukannya yang menggunakan sepeda dan kereta tempur bergerak menuju PU Kalijati. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat penduduk dan tentara Belanda terkejut luar biasa sehingga Belanda tidak dapat melakukan perlawanan terhadap serangan tentara Jepang yang diperkuat serangan pesawat udaranya. Tentara Belanda mundur ke arah Kota Bandung, akhirnya PU Kalijati dapat diduduki Jepang dengan mudah.

Peristiwa tersebut merupakan pukulan berat bagi Belanda sehingga mereka mencoba merebutnya melalui serangan dari Purwakarta dan Subang. Namun, pasukan Jepang terlalu kuat, akibatnya moral tentara Belanda (KNIL) turun. Selanjutnya, Kolonel Shoji bermarkas di Pusat Perkebunan Pamanukan, Ciasem. Dari tempat itu mereka mengejar pasukan Belanda yang bermarkas di daerah Ciater dan Lembang. Di daerah tersebut pada 6 Maret 1942 terjadi pertempuran besar yang mengakibatkan korban banyak di kedua belah pihak. Namun, pada akhirnya Jepang dapat melumpuhkan Belanda.

Jenderal Ter Poorten sebagai Panglima Belanda menghadapi dilema berat mengetahui kondisi pasukannya di lapangan. Dengan alasan tidak ingin malu di kancah internasional, Panglima Jenderal Ter Poorten dengan persetujuan Mr. A.W.L. Tjarda van Starkenborgh sebagai Gubernur Jenderal Belanda mengutus Jenderal Pesman, Panglima Bandung pada 7 Maret 1942 guna berunding dengan Kolonel Shoji mengenai penghentian tembak-menembak dan perhitungan pasukan yang ada di bawah Jenderal Pesman saja tidak untuk pasukan yang ada di Jawa. Tawaran penghentian tembak-menembak diterima. Kemudian Kolonel Shoji melaporkan perundingan itu kepada Jenderal Imamura di Batavia. Jenderal Imamura menginginkan perhitungan pasukan Belanda tidak hanya yang di Bandung tapi harus meliputi seluruh pasukan Hindia Belanda di Jawa. Keinginan tersebut disampaikan pada Kolonel Shoji untuk diteruskan pada Belanda. Dengan berat hati Belanda akhirnya menyetujui syarat tersebut dan akan diadakan perundingan kedua pemimpin tertinggi yang direncanakan di daerah Jalancagak.

Penyerahan Belanda

Pada 8 Maret 1942, perundingan dilaksanakan tapi tidak di Jalancagak, namun di PU Kalijati dengan pertimbangan dari Jepang yaitu PU Kalijati merupakan PU yang kuat di mana terdapat armada udara tempurnya. Apabila perundingan gagal, Jenderal Imamura akan langsung memimpin perang. Syarat tersebut telah memperkuat Jepang dan melemahkan Belanda. Akhirnya, kedua pejabat tinggi Belanda yaitu Gubernur Jenderal Belanda Mr. A.W.L. Tjarda van Starkenborgh dan Panglima Ter Poorten menerima undangan Jenderal Imamura untuk berunding di PU Kalijati.

Dalam perundingan tersebut Jenderal Imamura minta agar Panglima Ter Poorten menyerah tanpa syarat dan menyerahkan seluruh Tentara Hindia Belanda. Kalau tidak dipenuhi maka Ter poorten boleh kembali ke Bandung, namun pertempuran akan dilanjutkan kembali. Jepang mengancam akan menghujani Bandung dengan bom dari udara. Sesudah diberi waktu 10 menit, Ter Poorten akhirnya tidak berkutik, ia akhirnya menandatangani penyerahan kekuasaan dan kekuatan Hindia Belanda tanpa syarat.

Keesokan harinya, Jenderal Ter Poorten melalui Radio Bandung memerintahkan penghentian tembak-menembak kepada seluruh pasukannya serta memerintahkan para komandan pasukan Belanda untuk menyerah tanpa syarat kepada satuan Jepang terdekat. Sejak itu, tamatlah penjajahan Belanda dan secara berangsur-angsur mereka angkat kaki dari bumi pertiwi.***

Oleh Kapten Sus. D. Agus Priyo, Kepala Penerangan dan Perpustakaan (Kapentak) Lanud Suryadarma d.a. Pentak Lanud Suryadarma, Kalijati.