• SEJARAH SUBANG

    Seperti halnya daerah lain, wilayah Subang juga telah mengalami berbagai fase sejarah yang unik. Bebagai fase sejarah yang telah dilalui tersebut telah membentuk wajah Subang saat ini...

  • PESONA SUBANG

    Pesona daerah Ciater, Subang, Jawa Barat bukan hanya pemandian air panasnya saja. Keindahan panorama lereng Gunung Tangkuban Perahu menambah daya tarik wisatawan untuk datang ke tempat ini. Menanti munculnya sang fajar adalah waktu yang sangat tepat Anda berkunjung ke sini...

  • MUSEUM WISMA KARYA

    Ulang tahun Subang baru saja berlalu begitu saja, dan tak banyak orang yang tahu catatan sejarah mengapa tanggal itu dijadikan hari lahir kota ini. Padahal, tepat di pusat kota ini, di titik paling strategis di kota ini, hal itu dapat ditelusuri...

  • WONDERFUL SUBANG

    Subang, sebuah kota unik di pesisir utara pulau jawa. Kota ini memiliki landscape yang lengkap mulai deretan pegunungan di sebelah selatan, dataran rendah di tengah dan hamparan pantai di utara jawa (Pantura) di tambah denga kekayaan flora dan fauna yang menakjubkan. Beragam seni budaya yang dimilikinya menjadikan Subang kota yang memilki potensi pariwisata yang besar untuk berkembang...

Wisata Kuliner : Oncom Dawuan

Desa Dawuan, Kecamatan Dawuan mungkin selintas hanya desa biasa di pinggir jalan raya Subang-Jakarta. Tapi, bagi penggemar kuliner lokal, desa ini sejak dulu terkenal dengan oncomnya. Ke desa ini, tak sedikit orang dari Subang kota, Pamanukan, Pabuaran, dan kecamatan-kecamatan lain di Subang sengaja datang hanya untuk membeli oncom yang konon rasanya sangat khas. Bahkan, tak sedikit warga Bandung, Jakarta dan beberapa kota di Jawa Tengah yang menyempatkan diri membeli oncom Dawuan ini sebagai oleh-oleh khas Subang. Doni (35 tahun), misalnya, sengaja datang dari Subang kota untuk membeli oncom Dawuan untuk dikirim ke kerabatnya di Pontianak, Kalbar. Rasa oncom Dawuan ini beda dengan oncom buatan tempat lain, sehingga pantas dijadikan oleh-olehâ, katanya.

Tak hanya itu, oncom Dawuan juga tersebar ke pasar-pasar di Subang. Di Pasar Kalijati misalnya, oncom buatan Dawuan sudah cukup mendarah daging sebagai komoditas perdagangan paling dicari setelah sembako. Di Pasar Baru, Subang, jenis oncom Dawuan ini juga merupakan komoditas yang paling dicari. Bahkan, konon masih banyak pembeli fanatik di Pasar Baru ini yang sengaja mencari oncom Dawuan.

Di Dawuan oncom pertama kali dirintis sekitar tahun 1960-an. Kemungkinan, sejak dulu produksi kacang tanah di desa ini cukup melimpah. Menurut Ketua Kelompok Usaha Kejar Usaha Oncom, Harun (55 tahun), kemudahan bahan dasar kacang tanah ini menjadi daya tarik warga Dawuan untuk mengembangkan usaha keluarga selain pertanian padi. Bapak empat orang anak ini mengaku menggeluti usaha produksi oncom ini sejak tahun 1969, tatkala masih berusia 17 tahun. Kini, Harun yang hanya lulus SD ini konsisten mengelola unit pembuatan oncom berskala rumah tangga.

Banyak suka dukanya menjadi pembuat oncom dawuan ini, kang, katanya. Ia mengenang masa jaya-jayanya oncom Dawuan sekitar sepuluh tahun lalu. Saking terkenalnya oncom Dawuan, kata suami Ny. Uminah ini, oncom Dawuan pernah dipamerkan dalam sebuah event di lokasi wisata air panas Ciater. Menjadi kebanggaan saat itu, karena banyak orang bertanya tentang oncom Dawuan selain tentunya membeli dengan jumlah banyak, kenangnya.

Pembuatan
Memproduksi oncom Dawuan sebenarnya tidak terlalu sulit. Jenis oncom yang dibuat warga Dawuan ini terdiri atas oncom suuk (kacang) atau lazim disebut oncom asli dan oncom dadut dengan bahan campuran kacang dan ampas tahu. Proses pembuatannya rata-rata dua hari dengan bantuan ragi dan pengolahan sederhana melalui kompor minyak tanah. Bambu juga digunakan sebagai bahan sasag atau dasar/alas tempat meletakkan oncom, sedangkan minyak tanah untuk proses penanakannya.
Untuk pengadaan bahan baku, para produsen oncom dawuan ini mengandalkan Pasar Inpres untuk kacang tanah dan Kopti untuk ampas tahu. Rata-rata untuk satu produsen perhari dibutuhkan bahan baku sebanyak 5 kwintal, dengan harga kacang tanah rata-rata Rp 10.000/kg. Untuk membuat oncom yang rasanya enak, harus dibuat dari kacang tanah yang berkualitas. Untuk membuat oncom yang rasanya enak harus dibuat dari kacang tanah yang berkualitas tinggi. Tidak boleh bercampur dengan kacang tanah yang sudah berhama atau buruk karena akan memengaruhi rasa dan aroma oncom.
Kacang tanah yang berkualitas juga mengandung kadar minyak yang cukup tinggi.

Biasanya dari 100 kg kacang tanah bisa menghasilkan minyak kacang sebesar 20 kg. Kacang tanah yang telah dibersihkan dimasukkan ke kampa, sejenis mesin penggilingan kacang tanah. Setelah itu, wujudnya menjadi bungkil mentah. Bungkil mentah tersebut lalu dicetak. Kadar minyaknya dipisahkan dan menjadi bungkil. Bungkil ini selanjutnya direndam dengan air yang sudah dimasak. Setelah 7 jam proses perendaman, bungkil yang sudah berubah jadi serbuk oncom tersebut dimasukkan ke dalam carangka.

Serbuk oncom itu pada sekira pukul 1.00 dini hari diseupan alias dikukus hingga masak, setelah itu dicetak berbentuk empat persegi panjang. Selama 12 jam potongan-potongan oncom tersebut ditutup atau diselimuti dengan karung setelah sebelumnya ditaburi ragi oncom secukupnya agar nantinya timbul jamur-jamur oncom. Setelah berjamur, potongan-potongan oncom diberi sasag yang terbuat dari bambu. Baru selanjutnya oncom siap dipasarkan. Menurut para produsen oncom dawuan, permasalahan yang dihadapi dalam proses produksi ini adalah hasil fermentasi yang tidak stabil, sehingga memungkinkan oncom membusuk.

Makin Menurun
Kini, pamor oncom Dawuan dirasakan Harun dan rekan-rekannya sesama produsen oncom dirasakan menurun. Penurunan ini ditandai dengan makin sedikitnya pembeli dibanding 5 atau 10 tahun lalu, kata beberapa anggota Kelompok Usaha Kejar Usaha Oncom. Ketika ditanya penyebabnya, mereka umumnya tak mengetahui secara pasti. Namun, Harun mensinyalir adanya perubahan selera makan masyarakat yang cenderung beralih ke menu orang kota. Disisi lain, katanya, kemungkinan penyebab lain adalah berkurangnya arus kendaraan yang melewati ruas jalan Subang-Kalijati-Jakarta. Mungkin, orang-orang dari arah barat (Jakarta-red) menuju Bandung kini lebih suka menggunakan jalan tol, ungkapnya. Saat ini untuk memasarkan produknya, mereka juga membuat outlet sederhana di rumah untuk melayani pembeli yang datang, selain menjualnya langsung ke pasar-pasar.

Alasan ini juga diakui beberapa produsen oncom yang masing-masing tinggal tak berjauhan. Mungkin juga kurang promosi kata mereka. Promosi ini menjadi kendala tersendiri bagi mereka. Maklum, kemampuan para pembuat oncom ini baru terbatas pada aspek produksi saja, belum ke aspek perluasan pasar. Meredupnya pamor oncom Dawuan ini tak pelak mengembalikan pola ekonomi rakyat setempat kebentuk pertanian lagi dari sektor industri kecil. Kini, untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, kami menggarap sawah yang tidak begitu luas, kata Harun. Hal ini dilakukan karena ia masih berkewajiban membiayai sekolah dua dari empat anaknya.

Dengan bahan baku 5 kuintal, kata Harun, ia meraup keuntungan kotor Rp 75 ribu per hari. Penghasilan bersih tentunya lebih kecil, karena harus dikurangi biaya untuk modal, keluhnya. Penghasilan ini didapat dari penjualan sekitar 5 ancak dari 10 ancak yang diproduksi perhari. Tarip per ancak oncom Dawuan ini tergantung dari jenisnya. Untuk oncom suuk/kacang harganya Rp 50 ribu per ancak atau Rp 500 per potong. Untuk 1 ancak, bisa menjadi sekitar 1.000 potong, kata Harun. Lain halnya dengan oncom dadut, harganya jauh lebih murah. Dengan uang Rp 20 ribu, pembeli dapat memperoleh satu ancak oncom dadut. Murahnya harga oncom dadut ini dikarenakan bahan bakunya campuran antara kacang tanah dan ampas tahu. Sementara oncom asli bahannya melulu kacang tanah.

Selama ini, Harun dibantu anggota keluarganya untuk memproduksi oncom. Pola pemanfaatan tenaga kerja keluarga ini juga diterapkan para produsen lain. Langkah ini mengurangi biaya tenaga kerja yang saat ini tak mungkin terbayar, kata rekan-rekan harun. Untuk permodalan, selama ini ia beserta kelompok usahanya menjalin kerjasama dengan pihak BRI unit. Mengenai berbagai kendala ini, Harun dan rekan-rekannya berharap adanya ketulusan pihak terkait untuk lebih memperhatikan para produsen oncom yang belum terfasilitasi, baik dari segi pemasaran maupun permodalan.. Harapan kami, dimasa depan produksi oncom meningkat dan dikembangkan dengan memproduksi gorengan oncom, kata mereka.(www.oncom.dagdigdug.com)

Oleh Nanang Saptono


Pendahuluan

Kabupaten Subang merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang berada di daerah pantai utara. Wilayah Kabupaten Subang luasnya 2.051,76 km². Kondisi geografis terdiri dari dua wilayah, yaitu di utara yang merupakan pedataran rendah yang langsung mengarah ke Laut Jawa dan wilayah selatan yang merupakan pedataran tinggi bergunung. Wilayah utara cenderung merupakan kawasan sentra perdagangan. Hal ini karena wilayah itu dilintasi jalur Pantura yang merupakan salah satu jalur paling sibuk di Pulau Jawa. Di wilayah ini terdapat dua kota kecamatan, yaitu Ciasem dan Pamanukan. Wilayah selatan merupakan sentra perekonomian yang berbasis pada sektor agraris. Subang wilayah selatan banyak terdapat area perkebunan seperti karet dan teh. Di samping itu Subang terkenal sebagai salah satu daerah penghasil buah nanas yang dikenal dengan nama nanas madu. Nanas madu dapat ditemui di sepanjang Jalancagak yang merupakan persimpangan antara Wanayasa-Bandung-Sumedang dan Kota Subang sendiri. Wilayah selatan Subang juga merupakan kawasan wisata khususnya wisata alam yang didukung dengan wisata agro. Di antara perkebunan teh di daerah Ciater, terdapat objek wisata sumber mata air panas. Selain itu juga terdapat wisata alam air terjun Curug Cijalu yang terletak di daerah Sagalaherang dan Curug Cileat di Kecamatan Cisalak. Potensi wisata di wilayah selatan ini masih bisa ditingkatkan lagi dengan mengembangkan objek wisata budaya. Salah satu objek wisata budaya yang sudah cukup dikenal adalah wisata ziarah makam Arya Wangsa Goparana. Tokoh ini dipercaya sebagai putra Sunan Wanaperi, raja Kerajaan Talaga, yang menjadi penyebar Islam di Sagalaherang. Makam Arya Wangsa Goparana terdapat di Blok Karang Nangka Beurit, Desa Sagalaherang Kaler, Kecamatan Sagalaherang (Munandar, 2007: 107-109; Kusma 2007: 21-22). Selain makam Arya Wangsa Goparana, beberapa objek arkeologi telah ditemukan di wilayah Sagalaherang. N.J. Krom dalam "Rapporten van de Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie 1914" mencatat adanya tinggalan arkeologis, antara lain berupa mangkuk, piring, pinggan, dan baki perunggu yang ditemukan di Cijengkol. Di Desa Batu Kapur pernah juga ditemukan benda arkeologis berupa arca Maitreya dari perak. Di Sindangsari pernah ditemukan senjata upacara dari perunggu (Krom, 1915: 36 ? 37). Di Museum Sri Baduga Bandung terdapat koleksi arca Nandi berasal dari Dusun Selaawi, Desa Cipancar, Kecamatan Sagalaherang. Pada Oktober 2006 telah ditemukan benda perunggu yang sangat langka. Benda itu ditemukan di Kampung Tangkil, Desa Cintamekar, Kecamatan Sagalaherang. Sebelumnya, benda sejenis ini ditemukan hanya dua, yaitu di Kerinci dan di Madura. Bejana perunggu berbentuk bulat panjang seperti periuk berleher panjang tetapi tipis. Di bagian tepi terdapat tonjolan yang di tengahnya berlobang, mungkin sebagai tempat tali untuk mengikat sebagaimana tempat ikan dari anyaman bambu yang diikatkan di pinggang (Munandar, 2007: 104; Kusma 2007: 10). Banyaknya data arkeologis yang ditemukan di wilayah Subang selatan menunjukkan bahwa wilayah tersebut menyimpan informasi sejarahbudaya yang sangat menarik untuk diketahui. Keberadaan benda-benda tersebut mungkin ada kaitannya dengan Situs Talun di Desa Talagasari yang juga termasuk di wilayah Kecamatan Sagalaherang.



Situs Talun dan data pendukung yang menyediakan informasi masa lampau daerah Sagalaherang ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan wisata khususnya wisata budaya di wilayah tersebut. Agar hasilnya dapat maksimal maka perlu strategi pengembangan melalui analisis potensi dan masalah yang ada.



Konsep Dasar Pengembangan Wisata
Peluang pengembangan wisata di Kampung Talun pada umumnya berbasis pada wisata terpadu dengan memanfaatkan tinggalan budaya dan potensi alam. Budaya dan alam merupakan dua hal yang selalu mengusik rasa keingintahuan manusia. Rasa ingin tahu ini mendorong seseorang untuk mengadakan perjalanan (Pendit, 1994: 217?218). Perjalanan yang dilakukan seseorang apabila tidak disertai dengan perasaan ingin tahu maka akan tidak memberi arti kepada dirinya sendiri. Pada hakikatnya perjalanan adalah alat untuk mencapai emansipasi diri, intelegensia, dan jiwa pada seseorang. Emansipasi pribadi yang menyangkut tiga hal itu lazim disebut personal culture. Personal culture dihasilkan dari dan oleh pengetahuan serta pengalamannya dalam melakukan perjalanan. Pemikiran inilah yang melandasi pengembangan kepariwisataan, yaitu bertujuan untuk peningkatan emansipasi wisatawan, sehingga wisatawan harus mendapatkan gambaran yang baik dan lengkap tentang apa yang dilihat, dikunjungi, dan dinikmatinya untuk mencapai emansipasi diri. Ada beberapa hal yang ingin diketahui wisatawan. Hasil pooling yang dilakukan Pacific Area Travel Association (PATA) terhadap wisatawan Amerika Utara menunjukkan bahwa sektor kebudayaan merupakan yang paling ingin diketahui. Lebih dari setengah wisatawan yang mengadakan kunjungan ke Asia dan kawasan Pacific tertarik pada pengetahuan tentang adat istiadat, kesenian, sejarah, bangunan kuno, dan peninggalan-peninggalan purbakala lain (Pendit, 1994: 219). Keingintahuan manusia terhadap peninggalan purbakala memang sangat beralasan. Pada peninggalan purbakala terdapat informasi mengenai identitas budaya. Suatu unsur penting identitas budaya adalah kesadaran sejarah yang dimiliki bersama suatu bangsa. Kesadaran sejarah itu akan membawakan ingatan akan asal-usul budaya, peristiwa yang telah dialami, dan harapan di masa depan (Sedyawati, 1992/1993: 23). Oleh karena itu, pengetahuan tentang masa lampau sangat menjadi kebutuhan manusia berbudaya, sehingga mengetahui masa lampau merupakan salah satu hak asasi manusia yang dalam (Mc Gimsey, 1972: 5). Berdasarkan pemikiran tersebut, konsep pengembangan pariwisata sangat perlu menyertakan sektor budaya, demikian juga dalam konsep pengembangan pariwisata di Situs Talun. Lokasi Situs Talun, Modifikasi dari Peta Provinsi Jawa Barat Sumber: Indo Prima Sarana, Surabaya, tanpa tahun Kampung Talun di mana terdapat Situs Talun berada agak jauh dari jalan utama. Lokasi ini dapat ditempuh dari Kota Subang melalui jalan raya arah Bandung, hingga Jalancagak. Dari sini kemudian melalui jalan alternatif menuju Wanayasa dengan melewati Sagalaherang. Pada perkebunan teh di sebelah barat Sagalaherang, selanjutnya ke arah utara dengan melewati jalan desa yang sudah beraspal hingga Kampung Talun. Situs Talun berada pada suatu dataran bergelombang dengan ketinggian antara 200-650 m dari permukaan laut. Situs berada di ujung selatan kampung, atau sekitar 200 m di sebelah barat jalan desa, tepatnya pada posisi 06º 38? 02,3? LS dan 107º 37? 32,7? BT dengan ketinggian lokasi sekitar 454 m dpl. Secara geografis kawasan Kampung Talun dikelilingi oleh beberapa bukit (pasir), yaitu di sebelah tenggara kampung terdapat Pasir Cibadakpasea (475 m), dan di sebelah timur laut terdapat Pasir Nyomot (640 m). Situs Talun pertama kali mendapat perhatian dunia arkeologi pada sekitar bulan November 1993. Penelitian secara sistematis baru dilaksanakan pada tahun 2006 oleh Balai Arkeologi Bandung dan pada tahun 2007 oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang. Rangkaian penelitian ini merupakan suatu perhatian terhadap aktivitas kelompok masyarakat yang menaruh perhatian pada peninggalan purbakala dan melakukan penggalian di situs tersebut. Penggalian itu telah menampakkan struktur bata membujur arah utara-selatan terdiri dua lajur sepanjang 6,80 m. Ujung utara dan selatan merupakan bagian sudut yang bersambung dengan struktur melintang arah timur-barat. Struktur melintang di bagian utara dan selatan masing-masing juga terdiri dua lajur. Pada struktur bagian utara terlihat terdiri lima lapis bata, sedang bagian selatan belum seluruhnya terlihat. Penelitian yang dilakukan Balar Bandung dalam bentuk ekskavasi dengan mengacu pada struktur bata yang telah tersingkap. Ekskavasi dilakukan di sebelah timur struktur bata, hingga mencapai kedalaman sekitar 1,5 m. Hasil ekskavasi telah menampakkan sisa struktur bata pada kedalaman 1,30 m terdiri dua unit. Unit pertama berada di sisi barat merupakan fondasi (batur) bangunan berdenah bujur sangkar dengan ukuran 7 x 7 m dengan struktur lantainya. Unit kedua ditemukan di sebelah timur unit pertama berupa struktur bata rolak yang belum ditampakkan secara keseluruhan. / Struktur Bata yang Ditemukan pada Ekskavasi Tahun 2006 Dok. Balai Arkeologi Bandung/ Struktur lantai yang terlihat jelas terdiri tiga lapis. Lapisan paling atas, bata disusun memanjang barat-timur, lapisan di bawahnya disusun memanjang utara-selatan, dan lapisan bata paling bawah disusun memanjang barat-timur. Teknik penyusunan bata tidak terlihat menggunakan lapisan perekat. Jarak antarbata (nat) sangat sempit. Perekat antar bata diperkirakan berupa tanah liat halus. Permukaan bata dibuat secara halus sehingga memungkinkan penyusunan secara sempurna. Struktur bata dalam posisi tegak (rolak) juga disusun dengan jarak sangat sempit. Lapisan perekat antarbata tidak terlihat secara tegas. Selain struktur bata juga ditemukan artefak penting lain berupa fragmen keramik putih biru yang ditemukan di bawah konsentrasi fragmen bata pada kedalaman sekitar 60 cm. Fragmen tersebut merupakan pecahan mangkuk dari Cina masa Dinasti Ming (abad ke-14 ? 17). Fragmen keramik lainnya ditemukan pada kedalaman 77 cm, yang merupakan fragmen bagian badan bewarna putih. Fragmen keramik ini berasal dari Cina masa Dinasti T?ang (abad ke-7 ? 10) dari bentuk buli-buli (Saptono, 2007: 20 ? 23). / Struktur Bata Sisi Selatan yang Ditemukan pada Ekskavasi Tahun 2007 Dok. Nanang Saptono/ Penelitian 2007 oleh Disbudpar Kabupaten Subang pada dasarnya melanjutkan hasil penelitian Balar Bandung. Penelitian dalam bentuk ekskavasi ini dilakukan dalam upaya menampakkan struktur bata rolak yang telah tersingkap pada waktu penelitian 2006. Secara umum ekskavasi 2007 berhasil menampakkan struktur bata sisi timur dan selatan (Tim Penelitian, 2007). Struktur bata sisi timur berupa susunan bata rolak terdiri dua lajur dalam orientasi utara ? selatan. Bata disusun tanpa menggunakan lapisan spesi, namun di antara bata terdapat celah tipis. Kondisi demikian memungkinkan penggunaan lapisan perekat seperti misalnya tanah liat. Ujung selatan struktur tersebut bertemu dengan struktur sisi selatan yang berorientasi timur barat. Bagian sisi ini susunan bata terdiri tiga lajur dengan orientasi timur barat agak miring ke arah utara. Ujung barat struktur bata tersebut terputus dengan demikian belum dapat dipastikan bahwa struktur berakhir pada titik tersebut. Dengan memperbandingkan jarak antara struktur lantai hasil ekskavasi Balar Bandung 2006 terhadap sudut tenggara struktur, dapat diduga bahwa ujung barat sisi selatan bangunan yang juga merupakan sudut baratdaya berada di titik tersebut. Ekskavasi 2007 juga menemukan fragmen keramik asing bagian tepian dari bentuk mangkuk. Secara utuh, diameter mangkuk 21 cm. Ciri fisik yang terlihat terbuat dari bahan stoneware. Hiasan berwarna hitam di bawah glasir. Motif hias berupa garis-garis sejajar membentuk pola tumpal dan floral. Ciri semacam ini menunjukkan berasal dari Sukotai, Thailand. Keramik demikian diproduksi pada sekitar abad ke14-15 M (Adhyatman, 1990: 75). Struktur bata yang terdapat di Situs Talun secara keseluruhan terdiri dua jenis. Penelitian 2006 menemukan struktur lantai, demikian juga struktur yang tersingkap akibat aktivitas penggalian masyarakat juga dapat diduga sebagai lantai. Pada penelitian 2007 telah ditemukan struktur bata dalam susunan rolak berada di sebelah selatan struktur lantai. Struktur bata dalam susunan rolak tersebut merupakan sisi selatan dan timur bangunan. Sementara ini sisi barat dan utara belum ditemukan. Memerhatikan kondisi lahan di sekitar temuan, kemungkinan besar struktur sisi barat dan utara sudah rusak total. Bentuk bangunan secara utuh belum dapat digambarkan. Berdasarkan data yang sudah ada, terlihat adanya struktur lantai berukuran sekitar 7 x 7 m dikelilingi struktur dalam susunan rolak. Biasanya struktur rolak diterapkan pada bagian fondasi bangunan. Lebar susunan yang mencapai lebih dari 60 cm meragukan bahwa bagian tersebut merupakan fondasi. Kemungkinan bagian susunan bata rolak adalah semacam jalan yang mengelilingi ruangan berlantai bata, atau batas luar ruangan berlantai bata. Secara keseluruhan unit bangunan tersebut berukuran sekitar 13 x 13 m. Mengingat bata yang ditemukan dalam jumlah yang sedikit, dapat diduga bagian atas bangunan (tubuh dan atap) terbuat dari bahan yang mudah rusak (kayu). Bentuk bangunan mungkin merupakan semacam pendapa terbuka tanpa dinding. Bangunan dengan bentuk semacam ini misalnya terdapat di komplek Siti Hinggil Keraton Kasepuhan, Cirebon. Di kompleks tersebut terdapat bangunan yang disebut Semar Kinandu. Bangunan ini terbuka tanpa dinding dengan fondasi ditinggikan. Atap empat persegi pada puncaknya berbentuk limas. Atap disangga empat tiang. Fungsi bangunan sebagai tempat penghulu keraton jika ada audiensi di Siti Hinggil (Ambary, 1982: 77; Nur, 2006: 7). *Potensi dan Permasalahan Situs Talun* Situs Talun merupakan objek arkeologis yang sangat langka yang ditemukan di Subang selatan. Kawasan Subang selatan selama ini banyak mempunyai objek wisata khususnya wisata alam dan wisata agro. Situs Talun mungkin dapat dikembangkan sebagai objek wisata khususnya wisata budaya. Untuk mengetahui potensi yang disandang situs tersebut perlu dilakukan analisis SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities, Threats) terhadap Situs Talun. Model analisis SWOT pernah diujicobakan Muhammad Chawari terhadap pemanfaatan bangunan tradisional Jawa di Kampung Kauman, Yogyakarta bagi pengembangan pariwisata (Chawari, 2004: 112 ? 127). Analisis SWOT mengkaji potensi berdasarkan dua faktor utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal meliputi keluaran kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses). Sedangkan faktor eksternal meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Analisis SWOT dilakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang kemampuan objek dalam rangka pengembangan kepariwisataan. Melalui analisis ini akan dihasilkan skenario pengembangan pariwisata di Situs Talun. / Telaga di Kampung Talun, Potensi Wisata yang Belum Dikembangkan (Dok. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang)/ Kekuatan (/strength/) yang disandang Situs Talun di antaranya adalah objek tinggalan berupa struktur bata yang ada hubungannya dengan sejarah Kerajaan Taruma atau Kerajaan Sunda. Informasi tentang masa lampau ini ditunjang pula dengan beberapa tinggalan yang pernah ditemukan di wilayah itu. Dengan demikian, Situs Talun akan dapat memberikan banyak informasi tentang masa lampau Jawa Barat khususnya Subang. Selain itu posisi situs yang berada di pinggir jalan juga merupakan faktor positif bagi Situs Talun. Akses menuju Situs Talun sangat mudah ditempuh dari Kota Subang. Kondisi jalan pada saat ini sudah beraspal meski pun belum berkualitas hotmix. Prasarana transportasi ini akan memudahkan orang untuk mengunjunginya. Daya tarik daerah juga didukung adanya telaga yang dijadikan ikon nama desa, yaitu Talagasari. Di telaga ini pada waktu-waktu tertentu diadakan wisata hiburan khususnya memancing. Kaitannya dengan daya tarik kunjungan juga ada dua lokasi makam yang dikeramatkan yaitu Sanghyang Teteg yang berada di tepi telaga dan makam Ratna Inten Sari. Kelemahan Situs Talun yaitu objek utama belum dapat dinikmati. Struktur bata yang dapat dijadikan andalan objek masih dalam tahap penelitian. Informasi akademik tentang masa lampau yang disandang Situs Talun masih sebatas pada kalangan tertentu terutama para pendidik dan peneliti. Publikasi yang sudah dilakukan belum menyentuh masyarakat luas, meskipun bagi masyarakat Subang sendiri Situs Talun sudah cukup didengar, dikenal, dan diketahui. Daya tarik wisata pendukung seperti wisata hiburan memancing belum dikelola serta diselenggarakan secara rutin dan sering. Peluang pengembangan situs menjadi objek wisata sangat besar. Kawasan Subang selatan merupakan daerah tujuan wisata khususnya wisata alam dan wisata agro. Promosi wisata ke Situs Talun dapat dengan mudah disertakan pada promosi wisata yang sudah ada. Pengembangan Situs Talun sendiri sebaiknya dikemas menjadi satu paket dengan objek wisata yang ada. Dalam hal ini wisata di telaga dan beberapa tempat ziarah. Dengan demikian paket wisata yang ada meliputi wisata budaya, wisata alam, wisata agro, dan wisata hiburan. Ancaman (threats) yang dihadapi pengembangan objek dapat dikatakan relatif kecil. Objek yang ada merupakan aset desa yang secara kecil-kecilan sudah dikelola. Kecuali lahan situs Talun masih merupakan milik penduduk setempat. Kajian potensi dan permasalahan Situs Talun melalui paparan analisis SWOT tersebut dapat disusun beberapa skenario sebagaimana matriks berikut.

Matriks Skenario
Apabila kekuatan (S) dipertemukan dengan peluang (O) yang terlihat adalah skenario pengembangan, maka objek wisata di Talun berpeluang untuk dikembangkan dan dimasyarakatkan karena lokasinya dapat dijangkau. Pengembangan ini tentunya harus disertai pula dengan konsolidasi internal. Skenario konsolidasi internal ini diperoleh dengan jalan memperhatikan kelemahan (W) yang dipertemukan dengan peluang (O). Memerhatikan hal ini perlu dilakukan persiapan pengembangan antara lain melalui pengungkapan struktur bata secara lebih dalam lagi dan perencanaan event atraksi budaya yang dapat diselenggarakan. Selain itu faktor aksesbiltas juga perlu diperhatikan dengan jalan peningkatan mutu prasarana transportasi. Dengan demikian paket wisata yang ditawarkan akan lebih lengkap dan dapat dengan mudah dinikmati semua lapisan masyarakat. Kekuatan (S) yang ada bila dipertemukan dengan ancaman (T) akan muncul skenario penguatan pengembangan program. Salah satu penyelesaian masalah yang dihadapi Situs Talun dalam skenario penguatan adalah dilakukannya pengalihan hak atas lahan dari masyarakat menjadi milik negara. Skenario selanjutnya adalah dengan memperhatikan kelemahan (W) yang dipertemukan dengan ancaman (T). Skenario ini akan melahirkan introspeksi untuk konsolidasi terhadap kebijakan program yang mendesak diwujudkan. *Kristalisasi Gagasan Pengembangan* Kawasan Situs Talun mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata. Potensi yang dimiliki berupa tinggalan arkeologi yang berkaitan dengan sejarah Kerajaan Taruma dan Kerajaan Sunda, makam keramat, serta kondisi alam terutama telaga. Potensi yang ada tersebut agar memunyai nilai lebih perlu dilakukan beberapa peningkatan melalui penelitian, pengkajian, dan penataan terhadap tinggalan yang ada serta peningkatan penyelenggaraan event wisata yang dengan memanfaatkan kondisi alam, yaitu telaga. Dalam hal peningkatan mutu tinggalan arkeologi terdapat kendala yang perlu diatasi, yaitu masalah kepemilikan lahan. Oleh karena itu, perlu pengalihan hak atas lahan. Beberapa hal tersebut, perlu dilakukan skala prioritas dalam pelaksanaannya sehingga pada akhirnya akan terwujud Kampung Talun sebagai salah satu daerah tujuan wisata di Subang selatan.

Kepustakaan:
Adhyatman, Sumarah. 1990. Antique Ceramics Found in Indonesia. Jakarta: The Ceramic Society of Indonesia.
Ambary, Hasan Muarif. 1982. "Historical Monuments" dalam Cerbon. Jakarta: Yayasan Mitra Budaya-Penerbit Sinar Harapan.
Chawari, Muhammad. 2004. "Model Pemanfaatan Bangunan Tradisional Jawa sebagai Salah Satu Objek Wisata Budaya: Kasus di Kampung Kauman Yogyakarta" dalam Berkala Arkeologi, Tahun XXIV, No. 1/Mei 2004, hlm. 112 ? 128.
Krom, N.J. 1915. "Rapporten van de Oudheidkundigen Dienst in Nederlandsch-Indie (ROD) 1914". Uitgegeven door het Bataviasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Batavia: Albrecht & Co.
Kusma, et al. 2007. Sejarah Kabupaten Subang. Subang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang. Mc Gimsey, Charles R. 1972. Public Archaeology.New York: Seminar Press.
Munandar, Agus Aris (ed.). 2007. Profil Peninggalan Sejarah dan Purbakala di Jawa Barat dalam Khasanah Sejarah dan Budaya. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Jawa Barat.
Nur, Adin Imaduddin (ed.). 2006. Potensi Wisata Budaya Kota Cirebon. Cirebon: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Cirebon.
Pendit, Nyoman S. 1994. Ilmu Pariwisata: Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Paramita.
Saptono, Nanang. 2007. "Struktur Bata di Situs Talun: Data Permukiman di Kawasan Subang", dalam Sumijati Atmosudiro (ed.) Selisik Masa Lalu. Bandung: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia, hlm. 17-26.
Sedyawati, Edi. 1992/1993. "Arkeologi dan Jatidiri Bangsa" dalam Pertemuan Ilmiah Arkeologi VI. Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, hlm. 23-36.
Tim Penelitian. 2007. Laporan Hasil Penelitian Situs Talun Desa Talagasari, Kecamatan Sagalaherang, Kabupaten Subang. Subang: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Subang.
(www.wisatamelayu.com)

DAWUAN KIDUL JUARA PASANGGIRI TUTUNGGULAN


Tim Tutunggulan Dawuan Kidul

Dalam rangka lomba pasanggiri tutunggulan ke-2 Bupati Cup se-Kabupaten Subang yang dilaksanakan di Dusun Cinangling Desa Cisampih Kecamatan Dawuan, sebanyak 29 kelompok yang terdiri dari 6 wilayah kecamatan yang ada di Kabupaten Subang telah resmi dibuka oleh Wakil Bupati Subang Ojang Sohandi, S.STP, M.Si dengan didampinggi oleh Bupati Subang Eep Hidayat, M.Si dan Asda I Drs. H. Aseng Junaedi, M.Si. serta dihadiri oleh para unsur muspida dan para camat yang ada di Kabupaten Subang (1/7).

Dalam sambutannya Wakil Bupati Subang memaparkan program Kabupaten Subang yang berbasiskan Gotong Royong. Khususnya di Desa Cisampih, menurut Wakil Bupati, praktek Gotong Royong telah berjalan secara spontan dengan didukung penuh oleh Pemerintah Kabupaten Subang diantaranya melalui seni dan budaya. Dengan diadakannya Lomba atau pasanggiri tutunggulan ini semoga menjadi salah satu perwujudan kepedulian masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Subang akan budaya nenek moyang yang harus selalu dilestarikan sehingga kedepannya Kabupaten Subang menjadi salah satu daerah tujuan wisata budaya sehingga bisa menambah devisa pendapatan daerah Kabupaten Subang.


Tim Tutunggulan Dawuan Kidul

Dalam sambutannya Wakil Bupati juga merasa bangga atas terselenggaranya pasanggiri ini, karena akan membina masyarakat untuk mencintai budaya dan tergugah untuk melestarikannya kembali, contohnya seni budaya tutunggulan ini yang hanya menggunakan lisung dan halu untuk menumbuk padi sehingga menghasilkan irama yang harmonis. Wakil Bupati juga berterima kasih kepada para sesepuh yang telah setia melestarikan seni tutunggulan ini dengan menurunkan bakatnya kepada generasi muda.

Dalam lomba pasanggiri tutunggulan ini, peserta tidak hanya memainkan lisung dan halu saja, akan tetapi bisa membawa alat tradisional tambahan sebagai pelengkap diantaranya jubleg, dulang, kuhkuran atau alat pengeruk kelapa, gentong, kendi dan etem. Jenis penjurian yang dinilai para juri pasanggiri tutunggulan ini diantaranya kekompakan personil, keselarasan dan keserasian nada atau irama serta kreatifitas. Keluar menjadi pemenang dalam pasanggiri tersebut adalah tim tutunggulan dari dusun Dawuan I desa Dawuan Kidul. (www.subang.go.id)


Curug Bentang, Subang

Kampung Banceuy adalah satu dari empat lokasi yang ditetapkan Pemerintah Kabupaten Subang sebagai Desa Wisata Wangun Harja sejak tahun 1999. Empat desa yang berada pada ketinggian 800-1.100 meter di atas permukaan laut itu meliputi Desa Sanca, Cibitung, Cibadak, dan Cibeusi. Semuanya di wilayah Kecamatan Ciater.
Kampung Banceuy berjarak sekitar 30 km dari pusat Kabupaten Subang, 32 km dari Bandung, atau 185 km dari Jakarta (melalui Tol Jakarta-Cikampek). Dari Subang atau Bandung, lokasi itu bisa ditempuh selama 40-60 menit perjalanan darat melalui Desa Palasari, Sarireja, atau Kasomalang di Kecamatan Jalancagak.
Atang Mulyana (66), Ketua Kelompok Penggerak Pariwisata (Kompepar) Desa Wisata Wangun Harja, mengatakan, kawasan Wangun Harja memiliki sejumlah obyek yang bisa dikunjungi. Di area seluas sekitar 100 hektar itu terdapat Bukit Wangun Harja, Curug Bentang (di perbatasan Desa Sanca dan Cibitung), Curug Cibareubeuy (Desa Cibeusi), dan Situs Cibadak (Desa Cibadak). Di desa tersebut terdapat sebuah sungai besar yang menjadi sumber air bagi pertanian penduduk. Pada aliran sungai inilah terdapat curug bentang yang biasanya para wisatawan mandi di bawah curug tersebut.

Curug Bentang, Subang

Ada pula beberapa makam yang masih diziarahi, seperti makam Aki Leutik (Raden Ismail Saleh), makam Prabu Jaya Tumenggung, dan makam Eyang Haji Pungkur (Haji Singadiraksa). Keberadaannya dilindungi dan telah ditetapkan sebagai Situ Kampung Adat Banceuy oleh Balai Pengelolaan Kepurbakalaan Sejarah dan Nilai Tradisional

Setiap tahunnya di desa tersebut diadakan acara pesta rakyat yaitu Ruatan Bumi yang telah dikemas dalam suatu paket wisata. Ruatan Bumi adalah salah satu upacara adat masyarakat agraris yang sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Subang, tepatnya di Kampung Banceuy Wangun Harja. Ruatan berasal dari kata rawat atau merawat yang artinya mengumpulkan seluruh masyarakat kampung serta hasil bumi, baik yang masih mentah maupun yang sudah diolah. Upacara Ruatan Bumi dilaksanakan sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan YME atas keberhasilan hasil pertanian dan sebagai tolak bala serta ungkapan penghormatan terhadap nenek moyang mereka yang telah berjasa meningkatkan taraf hidup di Kampung Banceuy tersebut. Acara Ruatan Bumi di Kampung Banceuy ini telah dilaksanakan sejak tahun 1800 Masehi.

"Rumah Sejarah", demikian nama museum yang sampai saat ini tetap eksis walaupun telah berusia setengah abad lebih. Rumah Sejarah itulah yang menjadi saksi bisu penyerahan kekuasaan Belanda yang telah menjajah Indonesia selama 350 tahun kepada Jepang, 8 Maret 1942. Lokasi Rumah Sejarah di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma Kalijati Subang, Jawa Barat sekitar 133 kilometer arah timur ibu kota Jakarta, sekitar 2 jam perjalanan darat. Kondisi bangunannya tetap terjaga karena sejak kemerdekaan berada dalam Pangkalan Udara (PU) Militer bernama PU Kalijati (berganti menjadi Lanud Suryadarma sejak 7 September 2001).
Rumah Sejarah awalnya dibangun tahun 1917 untuk rumah dinas perwira Staf Sekolah Penerbang Hindia Belanda di PU Kalijati. Guna mengenangnya sebagai tempat bersejarah, pada 21 Juli 1986 atas inisiatif Komandan Lanud Kalijati saat itu, Letkol Pnb Ali BZE meresmikannya sebagai sebuah museum dengan nama "Rumah Sejarah". Dengan demikian, generasi penerus bangsa akan mengetahui tempat tersebut sebagai tempat penyerahan kekuasaan penjajahan Belanda kepada Jepang.

Sejak diresmikan, memori terhadap peristiwa bersejarah itu, khususnya dari para pelaku perjuangan kemerdekaan tanah air kembali terkenang. Hal ini terbukti dengan diperingatinya 60 tahun berakhirnya era penjajahan Belanda di Rumah Sejarah itu pada 9 Maret 2002 oleh Yayasan 19 September 1945 dan Yayasan Ermelo 96 sebagai paguyuban para pelaku perjuangan kemerdekaan. Acara tersebut dihadiri juga beberapa pejabat pemerintah dan pejabat teras Markas Besar TNI Angkatan Udara termasuk Kepala Staf TNI Angkatan Udara Marsekal TNI Hanafi Asnan.

Walaupun berada di kompleks Lanud Suryadarma, pengawasan dan perawatan Rumah Sejarah berada di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Subang. Hal itu disebabkan Rumah Sejarah merupakan salah satu cagar budaya milik pemerintah yang berada di Kabupaten Subang.

Keadaan fisik bangunan Rumah Sejarah tidak beda dengan rumah yang sekarang masih berdiri di Kompleks Garuda, Lanud Suryadarma, yaitu terdiri dari ruang tamu dan ruang tengah, tiga kamar, dan ruangan belakang. Di ruang tamu terdapat lemari kaca (vitrin) yang memuat batu prasasti mini kotak ukuran 40 cm x 50 cm buatan tentara Jepang sebagai tanda peringatan menyerahnya Belanda kepada Jepang, di sampingnya terdapat sepasang pedang. Kemudian di tengahnya terdapat meja kursi kuno dan di kedua sudutnya ada lemari sudut kaca menyimpan benda koleksi mantan penghuni rumah.

Di ruang tengah sebagai bekas tempat perundingan terdapat meja persegi panjang dengan delapan kursi kuno beserta kain penutup bercorak kotak-kotak hitam putih. Di depan tiap kursi terdapat nama para pejabat Belanda dan Jepang saat melakukan perundingan. Pada sisi kanan kirinya terdapat dua bendera kedua bangsa dan di tembok menempel lukisan sebuah momen perundingan.

Di kamar pertama yang terletak di bangunan depan terdapat tiga papan memuat foto-foto sejarah. Pada papan pertama terpampang tulisan menyerahnya pemerintahan Belanda kepada Jepang dan dialog Panglima Imamura dengan Gubernur Jenderal Belanda serta Panglima Ter Porten. Terdapat pula foto bersama pejabat kedua negara setelah/sebelum perundingan dan foto bangunan lama di PU Kalijati. Pada sisi kanan terdapat lukisan menggambarkan tiga lokasi pendaratan pasukan Jepang ke Indonesia.

Pada kamar kedua terdapat rak buku-buku, album foto, dan radio kuno. Di sampingnya terdapat papan foto-foto sejarah mengenai kondisi Sekolah Penerbang Belanda dan mes para penerbang dan kru pesawat di PU Kalijati. Terdapat juga foto kondisi PU Kalijati, PU Husein Sastranegara Bandung, PU Semarang, dan PU Cililitan di Jakarta. Di samping itu, ada foto-foto pesawat tempur Jepang, aktivitas tentara Jepang, juga foto mantan beberapa serdadu Jepang yang tiap bulan September ke Lanud Suryadarma.

Sersan Kinoshita meninggal saat pertempuran melawan Belanda di PU Kalijati. Saat ini, makamnya dijadikan monumen dengan nama "Monumen Sejarah Tentara Jepang", diresmikan pada 1986 setelah sebelumnya berupa makam biasa dan tahun 2003 atapnya mulai diberi cungkup. Kemudian tahun 2007 mulai dipagar sehingga monumen tersebut terkesan terawat karena berpagar dan bercungkup. Monumen itulah yang menjadi sarana berdoa mantan Tentara Jepang sebagai rekan Sersan Kinoshita ketika berkunjung ke Lanud Suryadarma, selain bernostalgia ke Rumah Sejarah dan Museum Amerta Dirgantara Mandala.

Pada kamar ketiga terdapat sebuah tempat tidur kuno dari besi, wastafel, dan papan foto-foto pesawat tempur Jepang. Terdapat pula papan yang bertuliskan proses penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang dalam bahasa Jepang dan Belanda. Kemudian di ruang belakang terdapat sebuah ruangan bekas kamar mandi dan dapur. Di beranda belakang rumah terhampar halaman luas, dari pintu belakang terdapat jalan berlantai dan beratap sirap menuju ke bangunan pada sisi kiri halaman. Bangunan itu berupa sebuah garasi, sebuah ruangan (untuk kantor staf Rumah Sejarah), dapur, dan kamar mandi.

Sampai saat ini, Museum Rumah Sejarah masih menjadi salah satu tujuan kunjungan siswa-siswa sekolah untuk study tour dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas bahkan mahasiswa yang berada di wilayah Kabupaten Subang, Purwakarta, dan Jawa Barat. Pengunjung biasanya melihat juga helikopter di Skadron Udara 7 Lanud Suryadarma serta Museum Pesawat Amerta Dirgantara sebagai sebuah museum kedirgantaraan sekaligus markas Pusat Pendidikan Terbang Layang (Pusdik Terla) Federasi Aerosport Seluruh Indonesia (FASI) di mana terdapat Pesawat Gelatik dan Glider untuk kegiatan olah raga terbang layang nasional.

Pendudukan Jepang

Awal mulanya, ketika Vice Admiral Takashi dari Jepang beserta bala tentaranya mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa 1 maret 1942. Mereka memilih tiga tempat pendaratan, yaitu di Merak, Banten, dipimpin Letnan Jenderal Hithoshi Imamura. Kedua, di Pantai Eretan Wetan, pantai utara Jawa Barat, dipimpin Kolonel Shoji yang disertai oleh tentara udara dipersiapkan untuk menyerang PU Kalijati. Ketiga, di daerah Pantai Kranggan, Jawa Tengah, dipimpin Brigade Sakaguchi.

Kolonel Shoji beserta 3.000 anggota pasukannya yang menggunakan sepeda dan kereta tempur bergerak menuju PU Kalijati. Kedatangannya yang tiba-tiba membuat penduduk dan tentara Belanda terkejut luar biasa sehingga Belanda tidak dapat melakukan perlawanan terhadap serangan tentara Jepang yang diperkuat serangan pesawat udaranya. Tentara Belanda mundur ke arah Kota Bandung, akhirnya PU Kalijati dapat diduduki Jepang dengan mudah.

Peristiwa tersebut merupakan pukulan berat bagi Belanda sehingga mereka mencoba merebutnya melalui serangan dari Purwakarta dan Subang. Namun, pasukan Jepang terlalu kuat, akibatnya moral tentara Belanda (KNIL) turun. Selanjutnya, Kolonel Shoji bermarkas di Pusat Perkebunan Pamanukan, Ciasem. Dari tempat itu mereka mengejar pasukan Belanda yang bermarkas di daerah Ciater dan Lembang. Di daerah tersebut pada 6 Maret 1942 terjadi pertempuran besar yang mengakibatkan korban banyak di kedua belah pihak. Namun, pada akhirnya Jepang dapat melumpuhkan Belanda.

Jenderal Ter Poorten sebagai Panglima Belanda menghadapi dilema berat mengetahui kondisi pasukannya di lapangan. Dengan alasan tidak ingin malu di kancah internasional, Panglima Jenderal Ter Poorten dengan persetujuan Mr. A.W.L. Tjarda van Starkenborgh sebagai Gubernur Jenderal Belanda mengutus Jenderal Pesman, Panglima Bandung pada 7 Maret 1942 guna berunding dengan Kolonel Shoji mengenai penghentian tembak-menembak dan perhitungan pasukan yang ada di bawah Jenderal Pesman saja tidak untuk pasukan yang ada di Jawa. Tawaran penghentian tembak-menembak diterima. Kemudian Kolonel Shoji melaporkan perundingan itu kepada Jenderal Imamura di Batavia. Jenderal Imamura menginginkan perhitungan pasukan Belanda tidak hanya yang di Bandung tapi harus meliputi seluruh pasukan Hindia Belanda di Jawa. Keinginan tersebut disampaikan pada Kolonel Shoji untuk diteruskan pada Belanda. Dengan berat hati Belanda akhirnya menyetujui syarat tersebut dan akan diadakan perundingan kedua pemimpin tertinggi yang direncanakan di daerah Jalancagak.

Penyerahan Belanda

Pada 8 Maret 1942, perundingan dilaksanakan tapi tidak di Jalancagak, namun di PU Kalijati dengan pertimbangan dari Jepang yaitu PU Kalijati merupakan PU yang kuat di mana terdapat armada udara tempurnya. Apabila perundingan gagal, Jenderal Imamura akan langsung memimpin perang. Syarat tersebut telah memperkuat Jepang dan melemahkan Belanda. Akhirnya, kedua pejabat tinggi Belanda yaitu Gubernur Jenderal Belanda Mr. A.W.L. Tjarda van Starkenborgh dan Panglima Ter Poorten menerima undangan Jenderal Imamura untuk berunding di PU Kalijati.

Dalam perundingan tersebut Jenderal Imamura minta agar Panglima Ter Poorten menyerah tanpa syarat dan menyerahkan seluruh Tentara Hindia Belanda. Kalau tidak dipenuhi maka Ter poorten boleh kembali ke Bandung, namun pertempuran akan dilanjutkan kembali. Jepang mengancam akan menghujani Bandung dengan bom dari udara. Sesudah diberi waktu 10 menit, Ter Poorten akhirnya tidak berkutik, ia akhirnya menandatangani penyerahan kekuasaan dan kekuatan Hindia Belanda tanpa syarat.

Keesokan harinya, Jenderal Ter Poorten melalui Radio Bandung memerintahkan penghentian tembak-menembak kepada seluruh pasukannya serta memerintahkan para komandan pasukan Belanda untuk menyerah tanpa syarat kepada satuan Jepang terdekat. Sejak itu, tamatlah penjajahan Belanda dan secara berangsur-angsur mereka angkat kaki dari bumi pertiwi.***

Oleh Kapten Sus. D. Agus Priyo, Kepala Penerangan dan Perpustakaan (Kapentak) Lanud Suryadarma d.a. Pentak Lanud Suryadarma, Kalijati.

Curug Cibareuhbeuy


Curug Cibareuhbeuy secara administratif pemerintahan termasuk Desa Cibeusi Kecamatan Jalan Cagak Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat. Secara wilayah pengelolaan hutan, Curug Cibareubeuy termasuk pada petak 4 RPH Gn.Karamat BKPH Cisalak KPH Bandung Utara Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Berdasarkan iklim Schmidt dan Ferguson, Curug Cibareubeuy dan sekitarnya termasuk tipe Iklim Basah dengan curah hujan rata-rata 2.000 mm/th, suhu udara rata-rata 260 C dengan kelembaban rata-rata 60%. Curah hujan terbanyak antara bulan Oktober – Maret dan bulan kering pada bulan Juli – September. Keadaan topografi sebagian besar curam dan terjal dengan elevasi 1.500 m dpl.
Wana wisata ini memiliki kekayaan sumberdaya hayati berupa flora dan fauna serta keindahan panorama alamnya yaitu hutan sekunder yang didominasi oleh tegakan Pinus (Pinus merkusii).



Sesuai dengan namanya Curug yang dalam bahasa Sunda berarti Air terjun, daya tarik utama di lokasi wisata Curug Cibareubeuy ini adalah sebuah air terjun dengan ketinggian 40 meter. Wisatawan dapat bermain air dan berendam di kolam kecil yang menampung cucuran air curug.
Daya tarik lainnya yang terdapat di sekitar Curug Cibareubeuy meliputi Situs Purbakala
yang berjumlah 4 (empat) buah, areal Bumi Perkemahan dan Hutan Pinus. Selain daya tarik tersebut diatas, di sekitar lokasi wisata banyak terdapat pengrajin Gula Aren yang dapat dinikmati langsung di tempat.

Aksebilitas
Untuk mencapai lokasi Curug Cibareubeuy dapat ditempuh melalui satu gerbang:
- Jalur masuk melalui Desa Cibeusi
- Jarak dari jalan utama 5 km
- Jarak dari loket masuk/gerbang 2 km
- Askes jalan 3 km jalan aspal dan 2 km jalan setapak

Disamping aksesibilitas tersebut di atas, lokasi Curug Cibareubeuy berdekatan dengan lokasi wisata lainnya, yaitu Pemandian Air Panas Ciater sehingga sangat potensial dapat menarik wisatawan.(www.tourismjavaisland.com)

Wisata Pancing Terpadu Lembah Gunung Kujang Subang



www.lembahgunungkujang.com


Wisata pancing terpadu Lembah Gunung Kujang menempati area seluas 3 ha, tepat di bawah kaki Gunung Kujang, dan tampil dengan konsep rekreasi terpadu bagi keluarga yang mendambakan suasana alami. Keunggulan Wisata pancing Lembah Gunung Kujang diantaranya kolam pancing yang sangat luas, nyaman dan sejuk.

Wisata pancing terpadu Lembah Gunung Kujang merupakan salah satu pilihan terbaik bagi para penikmat rekreasi khususnya komunitas hobi pancing.


Fasilitas
  • Kolam pancing keluarga dengan luas 25x60m, memiliki 40 lapak yang berbentuk saung lesehan dengan luas 2,7x2,7m.
  • Kolam pancing reservasi, terdiri dari Kolam pancing reservasi A dengan luas 40x70m terdiri dari 32 lapak dengan luas 4x4m dan kolam pancing reservasi B dengan luas 20x50m terdiri dari 34 lapak dengan luas 2x2m. Setiap kolam pancing reservasi dilengkapi pula oleh toko peralatan pancing, accessoris dan kafetaria.
  • Kolam pancing ”kilo gebrus” dengan luas 10x20m, memiliki 20 lapak dengan luas 2x2m. Sistem ini diberlakukan untuk grup, instansi atau perusahaan.
  • Rumah Makan Sunda dengan konsep lesehan di lantai 1 sedangkan lantai 2 dengan set-up restaurant menyediakan 70 tempat duduk.
  • Meeting room, berlokasi di lantai 1 dan bisa menampung 30 s/d 70 orang.
  • Cottages, dengan fasilitas kolam renang dan sarana pendukung lainnya.
  • Pendopo, bisa menampung 150-200 orang untuk aktivitas company gathering.
  • Tempat bermain anak-anak.
  • Areal parkir yang luas.

Aksesibilitas
Obyek wisata ini terletak di pinggir jalan raya subang-bandung sehingga sangat mudah untuk kunjungi. Adapun waktu tempuh dari Subang sekitar 15 menit, dari Bandung 1 jam dan dari jakarta via tol Sadang sekitar 3 jam.
(www.subang.go.id)



PENANGKARAN BUAYA BLANAKAN SUBANG

This Crocodile farm is located in Blanakan Sub-district. There are more than 200 creek crocodiles both males and females. This site is running by PT Perhutani. Instead just crocodiles there are also a mangrove forest to visit. This site offer visitors a lot of ecotourism experience.

Travel distance by car from nearby cities:
Subang-Blanakan (48km) – 1 hour
Jakarta-Blanakan via Pantura (190km) – 3 hour
Bandung-Blanakan (116km) – 2,5 hour
Ciater-Blanakan (65km) – 1,5 hour (www.javatourism.com)







ImageWana Wisata Blanakan dengan luas 131,7 ha termasuk wilayah pengelolaan hutan RPH Tangkil, BKPH Ciasem – Pamanukan, KPH Purwakarta. Berdasar administrasi pemerintahan termasuk Desa Blanakan, Kecamatan Blanakan, Kabupaten Subang, dan merupakan Wisata Harian.

Wana Wisata ini terletak pada ketinggian 0 – 1 m dpl., Konfigurasi lapangan umumnya datar. Kawaasan ini mempunyai curah hujan 1210 mm/tahun, dengan suhu udara rata-rata 28oC.

Pemandangan alam dengan hutan pantai, dan kegiatan wisata harian yang dapat dilakukan berpa mancing, berkemah dan bersampan.

ImageImageImageImage

Penangkaran buaya yang telah dikembangkan sejak tahun 1989 termasuk salah satu kawasan wisata yang banyak mendapat perhatian dari wisatawan. Hingga saat ini terdapat 236 buaya muara yang dulunya dikirim dari Kalimantan.

Pada bulan-bulan tertentu (Oktober - November) setiap tahunnya selalu diadakan upacara tradisional para nelayan yang dikenal dengan pesta laut, yaitu upacara sakral dengan membuang kepala kerbau ke tengah laut.

Blanakan diambil dari historis keluarga Buyut Perahu yaiut asal kata Belah Sanak (Bahasa Indramayu) yang berarti :

  • belah berarti pecah/pisah
  • sanak berarti dulur/saudara atau keluarga

Indramayu adalah salah satu nama tempat yang sekarang menjadi Kabupaten yang tidak jauh letaknya dengan Kecamatan Blanakan termasuk Pantai Jawa Bagian Utara, asal Buyut Perahu tinggal dahulu dan Kibuyut Perahu berlayar bersama istrinya dan adiknya untuk mencari nafkah, dalam perjalanannya mereka singgah di salah satu tempat yaitu (Blanakan sekarang). Ketiga orang tersebut hidup mencari makanan di Blanakan. Pada suatu hari Kibuyut Perahu bermaksud mencari mencek (kijang). Pagi hari sekali Kibuyut berangkat berpesan pada istri dan adiknya agar tidak ikut berburu. Setelah seharian mencari Kijang kemudian kibuyut pulang dengan membawa hasil, sesampainya di rumah Kibuyut langsung membuka rumahnya, ternyata Kibuyut mendapati istri dan adiknya. Tak lama kemudian Kibyut menikah lagi dengan seorang istri asal Blanakan (sekarang) . Kibuyut Perahu berterus terang kepada istrinya yang baru tentang aib yang menimpanya, dan berkata “Saya lebih baik belah sanak dari pada hidup malu sehingga dari kata-kata itu mereka menyebutnya kampung belah sanak oleh anak Kibuyut Perahu Kampung tersebut diubah menjadi Blanakan.

Fasilitas yang sudah tersedia di Wana Wisata Blanakan ini adalah loket penjualan karcis, pos jaga, pondok kerja, tempat parkir, jalan setapak, air bersih, shelter, mushola, tempat duduk, menara pengintai/tribun, ayunan, tempat sampah dll.

Wana Wisata ini dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dari Pamanukan 25 km, 62 km dari Subang. Kondisi jalan beraspal. Kendaraan umum dapat digunakan yaitu bis dan ojeg Rp. 4.000,-. (www.tourismwestjava.com)

Pantai Pondok Bali Subang

This beach (pantai) is located in the Mayangan Village, the Subdistrict Legonkulon the North part of Subang Regency.
You could reach this coast after followed approximately 9 kilometer from the Pamanukan city (the Pantura Highway) or 40 km from the Subang city to the side of north.(www.javatourism.com)

Merupakan obyek wisata pantai yang terletak di Desa Mayangan Kecamatan Legonkulon Kab. Subang. Hamparan pasir yang membentang di pesisir laut utara menjadikan ciri khas wisata pantai, para wisatawan yang berkunjung ke obyek ini dapat melakukan kegiatan rekreasi seperti berenang, memancing di laut serta dapat menikmati keindahan pesona alam pada saat matahari terbenam.

Di pantai ini terdapat fasilitas seperti : Terminal perahu, arena bermain anak, arena voli pantai, area parkir, warung-warung makanan, dan kantor. Untuk memasuki kawasan ini pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp 5.000.

Jalan menuju obyek wisata ini sudah beraspal, sehingga pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi baik roda 2 maupun roda 4 atau angkutan umum.

Pantai Kalapa Patimban Subang

Kalapa Patimban Beach is one of Subang Regency tourist attraction. It has a slight slope, so visitors can play safely on the beach. A lot of activities can be done such as volley ball and jet ski.
Below are estimated distance from major cities to Kalapa Patimban Beach:
Subang-Patimban (57 km) 1,5 hours drive
Jakarta-Patimban (via Pantura) (160 km) 2,5 hours drive
Bandung-Patimban (114 km) 2,5 hours drive
Ciater-Patimban (96 km) 1,5 hours drive


Pantai Kalapa Patimban merupakan salah satu obyek wisata yang terdapat di Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang yang mempunyai daya tarik khas wisata pantai. Pantai Kalapa Patimban juga mempunyai kedalaman laut yang landai sehingga para pengunjung dapat aman bermain di laut. Kegiatan yang dapat dilakukan salah satunya adalah bola volly pantai, sky boat, berperahu, memancing dan masih banyak lagi kegiatan yang dapat dilakukan disana bersama keluarga.

Jalan menuju obyek wisata ini sudah beraspal, sehingga pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi baik roda 2 maupun roda 4 atau angkutan umum. Adapun waktu tempuh yaitu dari kota subang sekitar 40 menit ke arah utara sedangkan dari bandung sekitar 2,5 jam dan dari jakarta via tol Cikopo lalu masuk jalur pantura dengan waktu tempuh sekitar 3 jam. (www.archipelagonetwork.com)

Berlibur dengan Suasana Pedesaan Subang

www.desawisata-saribunihayu.com

Mungkin berlibur di dalam kota sudah bukan barang baru, bahkan Anda sudah merasa bosan dengan suasana kota. Ada baiknya jika Anda menghabiskan waktu libur dengan mengunjungi objek wisata alam maupun suasana pedesaan. Salah satu objek wisata yang manawarkan suasana pedesaan, yakni Desa Wisata Sari Bunihayu di Kabupaten Subang.

Photobucket

Untuk mencapai ke desa wisata ini cukup mudah. Dari Kota Bandung, Anda bisa menggunakan kendaraan umum antarkota Bandung-Subang. Di sepanjang perjalanan Anda akan menikmati suasana pegunungan, mulai dari kawasan Lembang sampai pertigaan Gunung Tangkubanperahu. Setelah itu, suasana perkebunan teh akan menjadi pelengkap perjalanan Anda.

Setelah menemukan Jalan Cagak, tinggal belok ke kiri ke arah Subang yang dipenuhi dengan kebun nanas. Anda kemudian belok kiri setelah menemukan papan nama Desa Wisata Sari Bunihayu. Tidak kurang dari satu km, Anda akan menemukan kawasan desa yang bernuansa asri.

Sepintas, kawasan desa tersebut pantas disebut desa wisata. Selain suasana pedesaan yang masih dipertahankan, juga terlihat dari bentuk fisik bangunan rumah masyarakatnya yang masih mempertahankan suasana kampung Sunda. Selain itu, terdapat juga sejumlah guess house yang dibuat menyerupai bangunan di pedesaan, termasuk bale sawala, pendopo serta panggung hiburan.

Suasana alamnya pun masih terlihat asri. Di sebelah timur penuh dengan kebun awi, sebelah selatan berdiri bukit yang asri, sebelah timur melintas Sungai Cileuleuy, dan sebelah utara terhampar persawahan yang siap dijadikan arena wisata desa. Kesemua alam pedesaan ini membuat pikiran Anda jadi tenang dan tenteram.

Walaupun dikelola pihak swasta, namun ternyata objek wisata ini menjanjikan ketenangan suasana pedesaan. Desa Sari Bunihayu memang menjanjikan suasana tenang dan asri pedesaan. Sekalipun di lokasi tersebut sudah dibangun beberapa vila dan kolam renang, termasuk kolam pemancingan. Namun lokasi ini masih mempertahankan tradisi masyarakat Desa Bunihayu dalam mengolah hasil bumi.

Begitu Anda memasuki kawasan desa wisata ini, Anda akan dibageakeun musik tradisional toleat yang menjadi musik khas Kabupaten Subang. Selain itu, akan ditemani pula dengan satu gelas bandrek minuman penghangat serta beberapa gorengan dan penganan khas Subang.

Selain itu, Anda pun akan diajak untuk menyaksikan anak-anak Desa Sari Bunihayu belajar menari dan melihat berbagai kesenian tradisional lainnya. Oleh pengelolanya, anak-anak desa yang berlatih kesenian tradisional ini dijadikan atraksi wisata untuk menghibur wisatawan.

Menurut pengakuan pemilik Desa Wisata Sari Bunihayu, H. Herman Mulyana, didirikannya desa wisata tersebut estuning nyaah kasarakan Sunda (karena rasa cinta pada tanah air Sunda), yang saat ini banyak yang menjadi kompleks perumahan dan mal. Tidak hanya lingkungan pedesaan yang berubah, tetapi juga masalah budayanya yang tergerus budaya modern. Banyak masyarakat desa di Jabar yang meninggalkan budayanya dan memilih budaya modern sebagai bagian dari gaya hidup.

Di lokasi ini, pengunjung bukan hanya disuguhi atraksi kesenian tradisional dan hanya bisa melihat warga desa tengah menggarap sawahnya maupun kebun serta memperbaiki selokan yang rusak. Para pengunjung juga ditawari untuk bergabung dengan warga desa atau petani untuk menggarap sawah, mulai dari nandur, ngawuluku, ngabuat (membajak sawah, menanam padi, menuai padi sampai panen).

Rupanya proses kerja para petani dalam menggarap sawah dijadikan andalan desa wisata ini bagi para wisatawan. Selain menggarap sawah, juga tata cara berkebun dan memanen tanaman umbi-umbian (ketela pohon dan ubi jalar). “Maklum, biasanya para wisatawan banyak yang tidak mengetahui tata cara menanam padi, berkebun sampai memanennya,” ungkap H. Herman saat berbincang dengan “GM”, beberapa waktu lalu.

Selain tanaman padi, di objek wisata ini pun pengunjung bisa memetik buah-buahan segar langsung dari pohonnya. Pasalnya, di lokasi ini ditanami berbagai tanaman buah-buahan asli daerah Jawa Barat maupun buah-buahan asli dari daerah lainnya. Menurut Herman, hampir semua tanaman buah dari berbagai daerah Indonesia bisa tumbuh subur, salah satunya adalah tanaman buah matoa dari Irian (Papua). Tak hanya itu, salah satu tanaman langka, yakni buah samolo, juga tumbuh subur di sana. Sayang, kedua buah langka itu sedang tidak berbuah, hanya yang terlihat bunga-bunganya tengah mekar.

“Kedua tanaman ini memang tumbuh buahnya tidak mengenal musim. Sayang kedua pohon ini sudah dipanen oleh para wisatawan yang datang lebih awal,” kata H. Herman.Kita lewatkan saja kedua buah langka tersebut, Anda masih bisa memetik buah-buahan lainnya, seperti durian, lengkeng, rambutan rapiah, gandaria, pisang, nanas, dan jambu yang tengah berbuah. Buah-buahan tersebut sesudah dipetik bisa langsung dimakan di tempat atau dibawa pulang sekadar untuk oleh-oleh. Tentunya mesti ditimbang dulu warga desa yang bertindak sebagai penjaga kebun. Selain buah-buahan, Anda juga bisa menikmati makanan khas ala pedesaan, seperti ubi rebus, singkong, jagung bakar maupun ikan bakar yang memang banyak tersedia di sana.

Jika belum puas, Anda bisa merebus ubi, singkong atau membakar ikan dan jagung sendiri (self service), tergantung selera. Hal itu memang sengaja diberikan pengelola untuk kepuasan para pengunjung. Bahkan pengelola pun menyuguhkan berbagai atraksi kesenian tradisi Kabupaten Subang maupun kabupaten lainnya di Jabar.

Unik memang. Pasalnya, seluruh masyarakat Desa Sari Bunihayu dilibatkan sebagai menjaga kebun sekaligus sebagai guide. Tak heran jika berlibur di sana, Anda sudah termasuk masyarakat desa dengan segudang aktivitasnya. Mengenai penginapan, Anda tidak perlu bingung karena pengelola telah menyiapkan sejumlah vila maupun bungalo dengan tarif bervariatif.

Tetapi alangkah disayangkan, pengunjung tidak bisa menginap di rumah-rumah milik warga setempat. Padahal, kalau pengunjung diberi kesempatan tidur di rumah warga, dipastikan ada seperti ikatan batin antara pengunjung dengan warga. Jika tertarik, Anda bisa mengunjungi Desa Wisata Sari Bunihayu setiap akhir pekan.

Ririmbunan pepohonan dan hijaunya duan teh serta kuningnya buah nanas sudah menanti Anda. Tak hanya itu, deretan tukang ojek pun siap meramaikan kedatangan Anda sekeluarga. Tetapi yang pasti, Anda jangan senang dulu. Pasalnya, dibutuhkan stamina dan dana cukup untuk bisa berlibur di Desa Wisata Bunihayu. Karena keterlibatan Anda dan keluarga bersama warga sekitar dibutuhkan stamina yang cukup. Sedangkan untuk masalah dana, harus dipersiapkan jika Anda ingin membawa oleh-oleh khas dari Desa Bunihayu.(desawisata.com)