Raja Galuh kembali
dikukuhkan! Ini bukanlah raja dalam arti sebenarnya. Hanya sebuah
upacara adat yang dilakukan oleh Lembaga Adat Keraton Galuh Pakuan di
Subang, Jabar. Acara ini bertujuan untuk melestarikan budaya Sunda yang
mulai tergerus dengan budaya asing.
Para Tokoh Adat se Nusantara
Ada yang menarik jika
Minggu (18/03/2012), Anda berkunjung ke Subang, Jawa Barat. Bertempat di
Museum Wisma Karya Subang sedang dilaksanakan upacara pengukuhan Raja
Galuh Pakuan. Acara yang sarat dengan adat dan seni budaya ini nyatanya
banyak menarik perhatian para pengunjung yang sedang berada di sana.
Raja yang dimaksud dalam
upacara ini bukanlah raja dalam arti sesungguhnya. Akan tetapi, hanya
simbol sebagai pemegang tampuk kepemimpinan sebuah lembaga adat bernama
Lembaga Adat Keraton Galuh Pakuan. Adanya pengukuhan ini merupakan salah
satu acara untuk mempertahankan kebudayaan Sunda di Kabupaten Subang.
Acara ini pun dilakukana sebagai bentuk upaya menguatkan budaya Sunda di
semua lapisan masyarakat.
Perkusi Bambu Sagala Ditakol
Para tokoh masyarakat
Sunda, pemimpin adat dari Cirebon, Sriwijaya, Sumedang Larang, Mataram,
Bali, Pajajaran, Galuh, dan Pemimpin Pemuda Adat Papua pun turut hadir
dalam gegap gempita acara yang resmi diadakan oleh Kabupaten Subang.
Kehadiran para tokoh dari berbagai suku inilah yang membuat suasana
Indonesia dari beragam suku semakin terasa di sana.
Menari di Iringi Gembyung
Toleat, Alat Musik Khas Subang
Mengantarkan penoton
menuju kemeriahan upacara pengukuhan ini memperlihatkan berbagai
kesenian khas Sunda menjadi pilihan yang sangat tepat. Perkusi bambu
yang diberi nama Perkusi Sagala Ditakol (segala dipukul) mengawali sesi
hiburan yang sangat menarik. Perkusi yang dibawakan oleh anak-anak
sekolah ini pun turut mengundang decak kagum para pengunjung.
Selanjutnya, Toleat yang
merupakan alat musik khas Subang menghipnotis para pengunjung. Alat
musik yang terbuat dari bambu ini dipadukan dengan kecapi sehingga
menimbulkan nada yang begitu menenangkan seakan membawa para penonton ke
alam pedesaan.
Menari Bersama Diiringi Gembyung
Menari bersama
diiringi oleh musik Gembyung yang dibawakan oleh anak–anak muda menjadi
penutup acara yang paling hangat. Gembyung merupakan kesenian yang di
gunakan dalam penyebaarn Islam di daerah Pantura, Cirebon dan
sekitarnya. Para tokoh adat dan pengunjung yang hadir berbaur menari
bersama. Hal ini menjadi pemandangan yang sangat menyegarkan dan apik.
Seluruh orang dari berbagai suku di Indonesia hadir dan menari bersama
dalam satu alunan musik.(detik.travel/budiana)
Bukan hanya keindahan Kawah Ratu yang bisa dinikmati di Tangkuban
Parahu. Ada pula Kawah Domas yang sangat menarik untuk dikunjungi.
Bahkan di Kawah Domas, wisatawan bisa turun langsung lebih dekat dengan
kawah.
Tangkuban parahu, gunung yang menjadi tujuan wisata utama di Jawa
Barat ini menyimpan eksotika yang luar biasa di setiap sudutnya. Tak
hanya Kawah Ratu yang menjadi daya tarik Tangkuban Parahu. Selain hutan
eksotis, ada juga beberapa kawah lain yang bisa di kunjungi bahkan bisa
turun langsung ke dekat kawah, salah satunya kawah domas.
Lokasi Kawah Domas berada di lereng
utara Gunung Tangkuban Parahu. Jaraknya hanya sekitar 1,2 km ke arah
utara Kawah Ratu. Dari tempat parkir kendaraan, kita hanya perlu
berjalan sedikit ke bawah kemudian akan terlihat gerbang menuju Kawah
Domas. Nah, dari gerbang ini untuk menuju Kawah Domas pengunjung harus
menyusuri jalan setapak di tengah hutan yang teduh oleh rimbunan
pepohonan.
Pohon–pohon yang
tumbuh di sepanjang jalan setapak hampir semuanya terdiri dari jenis
yang sama, yaitu pohon manarasa. Pohon ini tak terlalu tinggi tapi
bentuknya eksotis dengan cabang pohonnya yang sangat banyak dan
meliuk-liuk. Sementara itu, jalan setapak yang kita lewati hampir
semuanya didominasi oleh tanaman lumut akan lebih licin tapi warnanya
yang hijau sangat memberi sensasi ketenangan.
Dalam perjalanan
sesekali kabut turun dan membuat suasana menjadi gelap seketika. Hal ini
justru menjadikan suasana hutan menjadi lebih eksotis. Seketika Anda
akan teringat adegan film Lord of The Ring, ketika Elf membawa Frodo ke
hutan yang penuh misteri.
Jalan yang agak curam
dan banyaknya anak tangga yang harus anda lewati sedikit menguras tenaga
karena itu siapkan persediaan air minum yang cukup. Tapi, rasa lelah
yang dirasakan akan lenyap seketika sesampainya di Kawah Domas.
Selain bisa mengabadikan keindahan alam kita juga bisa merendam kaki di kubangan–kubangan kawah. Hal ini akan membuat pegal–pegal di kaki sedikit hilang. Konon air kawah ini juga berkhasiat mengobati berbagai penyakit kulit.
Pemandangan Kawah
Domas didominasi oleh batuan gunung berwarna putih. Pada bagian tertentu
berwarna kuning, terutama pada rongga-rongga yang mengeluarkan asap
belerang. Di sudut lain, ada yang menarik lho! Kita bisa merebus telur
di dalam kubangan kawah yang bersuhu sekitar 94–98 derajat Celcius
selama 10 menit. Dan, telur rebus kawah ini aman untuk di makan.
Pengujung Kawah Domas
tak terlalu banyak. Jalan yang curam menuju Kawah Domas membuat orang
berfikir ulang mengunjunginya karena tentu mereka harus melewati jalan
mendaki yang menguras tenaga sepulangnya dari Kawah Domas. Padahal ada
jalan pintas untuk mengunjungi Kawah Domas, yaitu dari Gerbang Utama
Tangkuban Parahu menuju Kawah Ratu di sebelah kanan jalan Anda akan
menemukan gerbang kecil menuju Kawah Domas. Jika melewati jalur ini
jalan yang dilewati relatif datar dan tidak menguras tenaga.
Rumah Sejarah Kalijati menjadi saksi perpindahan kekuasaan Indonesia
dari Belanda kepada Jepang. Para wisatawan kini berdatangan ke tempat
itu untuk napak tilas detik-detik terakhir masa penjajahan Belanda di
Indonesia.
70 Tahun silam (8/3/1942) kekuasaan Belanda yang telah menguasai bumi
pertiwi selama 350 tahun berakhir begitu saja di subuah rumah kecil di
wilayah Desa Kalijati Barat. Lebih tepatnya rumah yang dikenal dengan
nama Rumah Sejarah Kalijati ini terletak di Kompleks Garuda E25 Lanud
Suryadarma, Desa Kalijati Barat, Kecamatan Kalijati, Jawa Barat.
Setelah 350 tahun menguasai bumi pertiwi Indonesia akhirnya Belanda
menyerahkan kekuasaannya di nusantara kepada Jepang (8/03/1942) yang
baru beberapa hari mendarat di Pulau Jawa. Peristiwa yang terjadi tak
lebih dari 10 menit itu menjadi hal yang memalukan bagi bangsa Belanda
dan menjadi awal penjajahan Jepang di Indonesia.
Rumah Sejarah kalijati menjadi saksi
bisu berakhirnya penjajahan Belanda di Indonesia. Di dalam rumah
berukuran 10 x 10 meter ini terdapat sebuah meja kayu dengan alas
kotak-kotak hitam putih dengan delapan kursi kuno yang dahulu menjadi
tempat perundingan, dan tempat ini semacam ruang tamu. Masih di dalam
ruangan yang sama juga terdapat pula lukisan, foto–foto kuno, pedang,
jam dinding, dan benda-benda kuno lainnya termasuk sebuah prasasti dari
marmer sebagai peringatan pendaratan pasukan Jepang di Pulau Jawa.
Pada bagian kiri ruang tamu terdapat
sebuah ruangan yang disebut kamar depan. Pada ruangan inilah terpampang
foto-foto yang berkaitan dangan beberapa peristiwa termasuk penyerahan
kekuasaan Belanda kepada Jepang. Menariknya, penyajian foto-foto
tersebut berdasarkan kronologis dan stiap foto dilengkapi dengan
keterangan.
Satu lokasi dengan
Rumah Sejarah Kalijati juga terdapat Museum Amerta Dirgantara Mandala.
Museum ini menjadi "museum hidup" dengan maksud untuk menampung dan
memelihara pesawat yang telah dihapus dari kekuatan TNI AU sehingga
pesawat tersebut tetap dapat diterbangkan.
Pesawat–pesawat kuno
yang masih dapat diterbangkan ini tertata rapi di hangar. Dan, di sudut
lain museum ini terdapat ruang pameran sejarah perkembangan Sekolah
Penerbangan di Indonesia dari awal hingga sekarang, yaitu berupa
foto-foto dan benda-benda bernilai sejarah peninggalan Sekolah
Penerbangan yang disusun secara sistematis.
Gedung–gedung dan
perumahan kuno yang terdapat di Kompleks Lanud ini menjadi pemandangan
menarik, terutama bagi pecinta wisata sejarah. Selain banyak dikunjungi
oleh pelajar, sering juga turis dari Belanda dan Jepang yang berkunjung
ke sini, biasanya mereka memiliki atau ingin melihat historis tempat
ini.
Lokasi wisata sejarah
ini dapat ini terletak kira-kira 15 km arah barat pusat kota Subang.
Bila menempuh perjalanan dari Jakarta sekitar 170 km atau sekitar 2,5
jam perjalanan. Dari Jakarta arahkan kendaraan Anda melalui tol Cikampek
kemudian keluar dari pintu tol Sadang dan menuju ke Subang. (foto budparjabar)