• SEJARAH SUBANG

    Seperti halnya daerah lain, wilayah Subang juga telah mengalami berbagai fase sejarah yang unik. Bebagai fase sejarah yang telah dilalui tersebut telah membentuk wajah Subang saat ini...

  • PESONA SUBANG

    Pesona daerah Ciater, Subang, Jawa Barat bukan hanya pemandian air panasnya saja. Keindahan panorama lereng Gunung Tangkuban Perahu menambah daya tarik wisatawan untuk datang ke tempat ini. Menanti munculnya sang fajar adalah waktu yang sangat tepat Anda berkunjung ke sini...

  • MUSEUM WISMA KARYA

    Ulang tahun Subang baru saja berlalu begitu saja, dan tak banyak orang yang tahu catatan sejarah mengapa tanggal itu dijadikan hari lahir kota ini. Padahal, tepat di pusat kota ini, di titik paling strategis di kota ini, hal itu dapat ditelusuri...

  • WONDERFUL SUBANG

    Subang, sebuah kota unik di pesisir utara pulau jawa. Kota ini memiliki landscape yang lengkap mulai deretan pegunungan di sebelah selatan, dataran rendah di tengah dan hamparan pantai di utara jawa (Pantura) di tambah denga kekayaan flora dan fauna yang menakjubkan. Beragam seni budaya yang dimilikinya menjadikan Subang kota yang memilki potensi pariwisata yang besar untuk berkembang...

Curug Cijalu, Legenda Pendekar dan Bidadari


Tatar pasundan memang pantas disebut  tanah parahyangan, keindahan yang dimilikinya memang  pantas menjadikannya  rumah para dewa (parahyangan). Kepingan keindahan itu dapat kita nikmati di Curug Cijalu, Subang Jawa Barat.

Wana Wisata Curug Cijalu berada dalam kawasan cagar alam Gunung Burangrang termasuk KPH Bandung Utara. Kawasan wisata ini berada pada ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut. Menurut warga sekitar, jika hari cerah dari ketinggian kawasan tersebut kita bisa melihat kota Subang, kota Purwakarta dan Waduk Jatiluhur.

Curug Cuijalu memiliki ketinggian sekitar 70 meter. Tumpahan airnya mengalir deras membelah bukit di kawasan gunung Burangrang jatuh ke kolam yang berada di dasar curug. Para pengunjung biasanya bermain-main air di kolam tersebut. Namun, karena suhu airnya yang sangat dingin para pengunjung biasanya tak berlama-lama bermain air.

Menurut cerita masyarakat sekitar, dahulu nama curug ini adalah curug Cikondang. Hingga suatu waktu ada seorang pendekar yang datang dan menetap di sana.  Konon, menurut masyarakat pendekar tersebut memiliki taji (jalu) hingga kemudian nama curug tersebut dikenal dengan nama curug Cijalu.

Wana Wisata Curug Cijalu
Di kawasan ini masih terdapat 2 curug lainnya, yaitu curug Putri / Perempuan dan curug Cilemper. Curug Putri berada 100 meter dari curug Cijalu. Curug ini dahulu dinamakan curug Cibuntu, namun sekarang lebih dikenal dengan curug Putri / Perempuan.

Masyarakat mengibaratkan kedua curug yang berdekatan ini seperti sepasang kekasih. Curug Cijalu dianggap curug “laki-laki” (dalam bahasa sunda jalu artinya laki-laki) sedangkan curug Cibuntu sebagai “perempuan”nya. Curug ini tingginya hanya sekitar 30 meter. Meskipun tak terlalu tinggi namun curug ini begitu cantik, sesuai dengan namanya. Aliran air mengalir perlahan mengikuti tebing batu, menjadikan curug ini begitu eksotis di depan kamera.

Curug lainnya bernama curug Cilemper. Curug ini berada sekitar 500 meter dari curug Cijalu. Curug Cilemper lebih tinggi dari curug Cijalu yaitu sekitar 100 meter, debit airnya pun lebih besar. Namun karena letaknya yang tersembunyi dan jalan menuju curug ini cukup terjal sehingga tak banyak pengunjung yang sampai ke curug ini.

Belum puas menikmati keindahan kawasan curug di siang hari, pengunjung juga bisa menikmati suasana malam dengan camping di kawasan tersebut. Nikmati sensasi menginap ditengah hutan, ditemani gemuruh suara aliran air curug yang menghantam bebatuan.

Kawasan curug Cijalu sudah dibuka sejak 1 September 1984. Menurut warga sekitar, dahulu banyak keturunan Tionghoa yang berkunjung kesini untuk berdoa. Mereka menganggap curug ini tempat mandinya para bidadari.

Kawasan wana wisata curug Cijalu secara administratif masuk ke wilayah Desa Cipancar, Kecamatan Serang Panjang, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Curug ini dapat dicapai dari Kota Subang sekitar 37 Km ke arah selatan, atau sekitar 63 Km dari kota Bandung ke arah utara. Sedangkan dari kota Purwakarta, curug ini sekitar 40 Km ke arah selatan.

Dari Jalan Raya Wanayasa – Jalan Cagak Anda akan menemukan gerbang Kawasan Wisata Cijalu di daerah Serang Panjang. Kemudian Anda harus menyusuri jalan desa sepanjang 3 Km. Suasana pedesaan khas tanah pasundan dan hamparan kebun teh akan menyambut Anda sebelum memasuki wana wisata curug Cijalu.

Artikel ini terdapat pula di www.palingindonesia.com

TOLEAT ALAT MUSIK KHAS SUBANG, MASTER PIECE ANAK GEMBALA

 Saya begitu terhanyut ketika pertama kali mendengar alunan suara alat musik tradisional ini. Alunan suaranya sedikit mirip Saxophone, tak terlalu melengking seperti suling tetapi terdengar lebih lembut sehingga memberikan kesan ketenangan bagi siapapun yang mendengarnya. Nada yang ditimbulkannya bisa begitu harmonis mengikuti alat musik sunda yang lain, seperti celempung ataupun gembyung yang musiknya lebih dinamis.

Namanya toleat, sebuah alat musik tiup yang terbuat dari bambu mirip dengan suling, tapi nada yang dihasilkannya berbeda. Siapa sangka, alat musik ini merupakan master piece anak gembala di pantura Subang, Jawa Barat yang merupakan daerah pertanian yang luas.

Namanya Parman, awalnya beliau terinspirasi oleh mainan yang biasa dibuat anak-anak ketika menggembalakan ternak mereka disawah. Mainan yang berupa alat musik tiup tersebut mereka namakan sesuai bunyi yang ditimbulkannya, yaitu  “Empet-empetan” dan “Ole-olean”.

Ketika panen padi tiba, biasanya mereka membuat “Empet-empetan” dari potongan batang padi sisa panen. Sedangkan ketika musim padi usai , karena tidak ada batang padi maka mereka membuat alat musik lain, yaitu “Ole-olean” yang terbuat dari pelepah pohon papaya.

Karena bahan yang digunakan untuk membuat alat musik tersebut cepat rusak, kemudian Parman mencari bahan lain untuk membuatnya. Awalnya Parman menggunakan bahan dari ujung bambu dan lidahnya (peniupnya) terbuat dari kayu pohon berenuk yang dililit rotan.

Pada perkembangan selanjutnya Toleat dibuat dari bambu tamiang dan di beri lubang – lubang seperti halnya suling, sehingga menimbulkan banyak nada. Yang membedakannya dengan suling adalah bagian peniupnya yang terbuat dari kayu pohon berenuk.

Awalnya Toleat hanya berfungsi sebagai alat hiburan pribadi yaitu untuk mengusir jenuh ketika menggembalakan ternak. Tak ada lagu khusus yang dimainkan oleh anak gembala, hanya mengandalkan keunikan bunyi yang ditimbulkan dari alat musik tersebut.

Saat ini Toleat telah menjadi bagian dari seni pertunjukkan. Bukan hanya di Subang, tapi juga di  wilayah Jawa Barat bahkan pernah dipentaskan di manca negara. Alat musik ini dapat dengan harmonis dipadukan dengan alat musik tradisional yang lain seperti kacapi, gamelan, gembyung, karinding, celempung dan lain-lain. Bahkan bisa juga dimainkan bersama alat musik modern seperti keyboard bahkan orchestra sekalipun.

Alat musik yang merupakan masterpiece dari anak gembala ini telah menambah khasanah musik Indonesia. Tugas warga Indonesia untuk melestarikannya.

Artikel ini dapat juga dibaca di  www.palingindonesia.com