Seperti halnya daerah lain, wilayah Subang juga telah mengalami berbagai fase sejarah yang unik. Bebagai fase sejarah yang telah dilalui tersebut telah membentuk wajah Subang saat ini...
Pesona daerah Ciater, Subang, Jawa Barat bukan hanya pemandian air panasnya saja. Keindahan panorama lereng Gunung Tangkuban Perahu menambah daya tarik wisatawan untuk datang ke tempat ini. Menanti munculnya sang fajar adalah waktu yang sangat tepat Anda berkunjung ke sini...
Ulang tahun Subang baru saja berlalu begitu saja, dan tak banyak orang yang tahu catatan sejarah mengapa tanggal itu dijadikan hari lahir kota ini. Padahal, tepat di pusat kota ini, di titik paling strategis di kota ini, hal itu dapat ditelusuri...
Subang, sebuah kota unik di pesisir utara pulau jawa. Kota ini memiliki landscape yang lengkap mulai deretan pegunungan di sebelah selatan, dataran rendah di tengah dan hamparan pantai di utara jawa (Pantura) di tambah denga kekayaan flora dan fauna yang menakjubkan. Beragam seni budaya yang dimilikinya menjadikan Subang kota yang memilki potensi pariwisata yang besar untuk berkembang...
Diposting oleh
BUDIANA On Rabu, 06 April 20119
komentar
Ulang tahun Subang baru saja berlalu begitu saja, dan tak banyak orang yang tahu catatan sejarah mengapa tanggal itu dijadikan hari lahir kota ini. Padahal, tepat di pusat kota ini, di titik paling strategis di kota ini, hal itu dapat ditelusuri.
Dalam sebuah ruangan di gedung bersejarah itu, foto Danta Ganda Wikarma Bupati Karawang Timur (Subang) terpajang di pojok dinding yang dikuti deretan foto potrait lainnya, pertanda beliaulah yang menjadi yang pertama. Beliau adalah pejabat Bupati Subang yang pertama, yang mulai menjabat sejak tanggal 5 April 1948. Tanggal itulah yang kemudian dijadikan penanda hari lahir kota ini. Itu hanyalah sepenggal sejarah yang dapat kita ketahui dalam ruangan ini, selain itu ruangan sederhana ini bisa menguraikan kehidupan Subang dari zaman ke zaman yang bisa menjelaskan apa dan bagaimana Subang tempo dulu. Ruangan itu adalah sebuah museum.
Lukisan Titim Fatimah, maestro sinden Subang
Tak banyak orang yang tahu kalau Subang ternyata memiliki sebuah museum. Meskipun mini tetapi museum ini memiliki koleksi yang cukup “lengkap”. Artinya meskipun koleksinya tidak terlalu banyak, akan tetapi kita bisa menelusuri jejak sejarah di Kabupaten Subang mulai dari zaman pra sejarah sampai zaman pasca kemerdekaan melalui koleksi yang ada.
Adalah gedung Wisma Karya, gedung tua yang menjadi ikon kota Subang itu, di salah satu ruangannya kini di gunakan sebagai museum. Sebenarnya beberapa bulan yang lalu plang museum daerah ini masih terpampang di samping kiri museum ini meskipun agak terhalang rimbun pepohonan, tapi entah kenapa sekarang plang penanda museum itu sudah dicabut. Karenanya tidak mengherankan jika jumlah pengunjung museum ini pun dapat dihitung dengan jari. Sebagian besar warga Subang hanya tahu kalau Wisma Karya selain tempat nongkrongnya anak – anak muda, paling hanya digunakan untuk acara – acara tertentu, dari acara musik sampai hajatan warga, padahal ternyata gedung ini memiliki fungsi lebih dari itu.
Di dalam ruang pamer museum, tepatnya di sisi barat gedung Wisma Karya berbagai koleksi di tata apik dalam beberapa etalase. Subang zaman purba dapat di telusuri dari koleksi fosil hewan dan kayu zaman purba yang di simpan dalam 2 etalase. Diantaranya terdapat fosil kepala kijang purba, fosil kerang purba, fosil kayu purba, dan lain –lain.
Kehidupan manusia zaman pra sejarah di Kabupaten Subang juga dapat di telusuri disini. Pada beberapa etalase ditata peralatan yang digunakan manusia pra sejarah yang di temukan di kabupaten Subang, diantaranya adalah peninggalan pada masa perundagian atau masa dimana manusia mulai bisa mengolah logam, yaitu dengan ditemukannya berbagai jenis kapak, seperti kapak sepatu, kapak corong dan candrasa hasil temuan dari daerah Binong. Selain itu bejana perunggu yang terbesar yang pernah di temukan di Indonesia juga terdapat disini, bejana yang biasa digunakan untuk upacara penyembahan nenek moyang ini di temukan di daerah Sagalaherang.
Sejak zaman dahulu ternyata wilayah Subang sudah menjalin hubungan dengan dunia luar, hal ini tampak dengan ditemukannya berbagai perhiasan dan peralatan yang berasal dari luar negeri, seperti beragam keramik dari China dan Thailand. Penyebaran agama Hindu – Budha di Subang dapat ditelusuri dari berbagai peninggalan seperti patung nandi (lembu) hasil temuan di Cipancar, Sagalaherang, patung Dewa Siwa (Maitreya) yang ditemukan di Patok Beusi dan berbagai peralatan dari logam / kuningan yang biasanya digunakan pada masa Hindu – Budha.
Bukti penyebaran Islam di Kabupaten Subang juga terdapat disini. Museum ini memiliki koleksi Alqur’an dari kulit binatang yang di temukan di daerah Cipunagara dan berbagai keris yang digunakan oleh para penyebar Islam di wilayah Subang saat itu.
Peninggalan masa penjajahan di Kabupaten Subang disimpan dalam beberapa etalase disini. Dalam sebuah etalase, dipajang berbagi senjata yang di gunakan oleh para penjajah saat itu, seperti pistol kuno, pedang VOC, bedil dorlok, keris dan lainnya. Disampingnya terdapat etalase yang memajang berbagai peralatan elektronik kuno yang di gunakan saat itu seperti telepon dan radio kuno. Disampingnya lagi terdapat etalase yang memajang perlengkapan yang digunakan oleh demang yang ada di Subang. Terdapat pakaian, ikat kepala, tongkat dan senjata yang digunakan oleh demang pada masanya yang di pajang di etalase ini.
Peralatan rumah tangga yang digunakan oleh para penjajah juga di pajangkan. Dari mulai peralatan makan, botol – botol kuno hingga stick golf yang digunakan oleh para meneer zaman itu, ditata apik dalam sebuah etalase. Dalam etalase lain terdapat berbagai jenis mata uang kuno yang pernah digunakan di Kabupaten Subang.
Di dinding museum terpampang foto-foto bupati Subang terdahulu, dimulai dari foto Danta Wikarma yang merupakan bupati pertama Subang (Karawang Timur), di sisi lain tampak lukisan Wilayah Subang zaman dulu.
Patung perunggu PW Hofland buatan tahun 1878 menjadi koleksi utama museum ini, patung “pemilik” Subang pada zamannya itu, bersanding dengan patung seorang perempuan yang di bawah kakinya tertera tahun pembuatannya 1875. Sekitar tahun 1833 PW Hofland dikenal sebagai saudagar kopi, hingga berhasil membuat kontrak perdagangan dengan pemerintah Hindia Belanda. Sekitar tahun 1840 Hofland menjadi salah satu pemilik tanah P & T Lands. Pada tahun 1858 seluruh tanah partikelir P & T Lands menjadi miliknya. Kemudian pemerintah Hindia Belanda memberikan kekuasaan untuk mengankat pejabat pemerintah partikelir yang di sebut Demang pada tanggal 18 Agustus 1858. Dengan demikian Subang di bagi menjadi 8 Kademangan saat itu, yaitu kademangan Batu Sirap (Cisalak), Ciherang (Wanareja), Sagalaherang, Pagaden, Pamanukan, Ciasem, Malang (Purwadadi) dan Kalijati.
Dalam upaya untuk mengeklusifkan diri di tanah jajahan, Hofland kemudian mendirikan gedung yang diberinama Societiet (Wisma Karya sekarang). Sekitar tahun 1929 gedung ini direnovasi dan diresmikan oleh Mrs. W.H. Daukes. Awalnya gedung ini didirikan sebagai tempat bersosialisasi para pejabat P & T Lands, tempat pertunjukan, tempat bilyard, bowling dan golf. Dan tak jauh beda dengan masa lalu, saat ini gedung ini digunakan untuk beragam fungsi, mulai dari tempat pertunjukkan, tempat berkumpulnya berbagai komunitas / hobies, ruang kantor, hajatan dan juga menjadi tempat favorit untuk “mojok” para abege.(budiana)
9 komentar:
baru tahu nih, ada musium wisma karya, mang ada yah, cuma tahu wisma karyanya doank? heheh
@footnote : cobiannya kalebet :)
.lebet na ngangge tiket ???????
.upami ngangge tiket, sabraha tiket na ??????????
.mintta referensi'y y.. :)
lebetna gharatisss, mangga2 :)
.Oouuhh..gratiss....
.sebagaii remajja asli subang, hyong terang
.peninggallan sejarah d'kotta subang... :)
baru tahu subang punya museum padahal abdi asli subang.....
kurang promo kah ????
yup kurang promo :)
Subang sekarang hancur sama tikus2 kantor
Posting Komentar