Tepat
pada tahun baru Sunda tanggal 1 Kartika 1948 atau bertepatan dengan tanggal 4
Nopember 2011, area Wisma Karya Subang memiliki penghuni baru. Sebuah pohon
langka raksasa berdiri di pelataran depan sebelah kanan gedung bersejarah itu.
Adalah African Baobab (Adansonia digitata) atau masyarakat lokal lebih mengenalnya dengan
sebutan Ki Tambleg kini menjadi penghuni baru Wisma Karya. Pohon raksasa bersejarah
ini dipindahkan dari lokasi awalnya di daerah perkebunan Tebu milik PG Rajawali
di daerah Pasir Bungur. Pohon baobab yang baru di relokasi ini diharapkan menjadi
ikon baru kota Subang.
Pohon
Baobab yang direlokasi ini diperkirakan di bawa oleh pemerintah kolonial
Belanda dari Afrika yang kemudian di tanam di kawasan – kawasan perkebunan di
Subang sekitar 160 tahun yang lalu. Bahkan baobab yang lebih tua diperkirakan di
bawa oleh para pedagang dari Timur Tengah dan Afrika pada masa penyebaran
Islam. Oleh karena itu selain bernilai estetis pohon baobab di Kabupaten Subang
juga memiliki nilai historis sehingga sangat tepat jika di jadikan ikon
konservasi.
Selain
ada di wilayah Subang pohon Baobab di Indonesia juga terdapat di Kebun Raya
Bogor, Kebun Raya Purwodadi dan Nusa Tenggara, tetapi jumlahnya hanya puluhan
saja, dan yang terbanyak berada di Kabupaten Subang.
Relokasi
yang dilakukan oleh Pemda Subang bukan yang pertama, sebelumnya dalam kurun
waktu September 2010 hingga Mei 2011 pihak Universitas Indonesia telah berhasil
merelokasi 10 pohon Baobab dari habitat aslinya di kawasan PT Sang Hyang Sri
dan PG Rajawali, Kabupaten Subang.
Menurut
Prof. Dr. der Soz. Gumilar Rusliwa Somantri, Rektor UI yang memprakarsai
relokasi Baobab ke kampusnya, menyatakan
bahwa kandungan air baobab bisa mencapai 70 persen dari berat tubuhnya. Buah
baobab diduga memiliki kandungan vitamin C hingga enam kali lebih banyak dari
jeruk. Kadar kalsiumnya juga lebih tinggi ketimbang susu. Sedangkan daun pohon
ini dapat digunakan untuk sayur dan kulit pohonnya juga dapat digunakan untuk
membuat tali, bahkan pakaian. Pohon ini juga mengandung zat-zat yang
dipergunakan sebagai obat tradisional. Di Eropa, buah pohon baobab telah
diterima luas sebagai produk alam. Dagingnya diproduksi dalam kemasan bubuk
yang khusus dipergunakan masyarakat sebagai penambah bahan untuk mengolah sup
dan berbagai makanan olahan lain. “Ini pohon masa depan, buahnya dijuluki
superfruit,” kata Gumilar.”
Semoga
relokasi dan pemeliharaan pohon baobab ini dilakukan dengan profesional
sehingga tujuan konservasi dapat tercapai, bukan sekedar relokasi asal-asalan.
0 komentar:
Posting Komentar