Apa
yang terlintas di benak Anda ketika nama suatu Negara atau kota disebut? Singapura misalnya, apa yang ada dipikiran
Anda?
Jawabannya
pasti berbeda-beda, tapi saya yakin yang muncul dipikiran Anda tidak akan jauh
berbeda dengan saya, akan langsung terbayang imej yang positif tentang sebuah
kota yang megah, tertata dan bersih.
Bagaimana
dengan Jakarta ? Pasti Anda setuju dengan saya, yang pertama terlintas adalah
kemacetan, panas, banjir, tidak nyaman dan berbagai imej negatif lainnya yang
menyebabkan saya pribadi enggan untuk tinggal di Jakarta. Jakarta tengah
mati-matian membangun branding untuk menghilangakn imej negatif tersebut dengan
slogannya “Enjoy Jakarta !” dan menurut saya belum berhasil hingga saat ini.
Lalu
bagaimana dengan kota kita sendiri, kira – kira apa yang pertama kali orang
bayangkan jika nama Subang di sebut ? Atau bahkan orang lain tidak tahu sama
sekali ada kota yang namanya Subang di Indonesia, padahal mereka tahu betul tentang
kota Karawang, tetangga kita.
Ketika
saya coba lakukan survey atau anggaplah sekedar obrolan melalui social media terhadap
sekitar 100 orang, Alhamdulillah, semuanya mengaku tahu atau pernah mendengar
yang namanya kota Subang. Meskipun ada satu orang yang ketika ditanya mengenai
ciri khas Subang, responden tersebut menjawab bahwa ciri khas Subang adalah
tahu ! Yakinlah…. maksud responden tersebut bukan Sumedang, karena di
Subang juga memang banyak yang jual tahu mah… :).
Dari
hasil obrolan dengan orang – orang luar kota Subang mengenai apa yang terlintas
dibenak mereka ketika mendengar kata Subang?
Ternyata 30% dari responden menjawab nanas, 16% menjawab sisingaan, 12%
menjawab wisata alam, 8% menjawab prostitusi dan sisanya ada yang menjawab
jalan rusak, korupsi, rambutan, beras, kerupuk sanggarai, panas, tahu, peuyeum
dan ada pula yang menjawab tidak tahu. Menurut saya hasilnya cukup positif
setidaknya mayoritas responden tahu bahwa Subang memang terkenal dengan nanas,
sisingaan dan lokasi wisata alam nya yang beragam.
Namun,
ketika hal yang sama ditanyakan kepada responden yang merupakan masyarakat
Subang asli, didapatkan jawaban yang cukup mengejutkan. 20% dari mereka masih
mengidentikkan Subang dengan nanas dan 8% lainnya menjawab sisingaan. Namun 18%
responden lainya mengidentikkan kota ini dengan “sandal jepit” atau kasus
korupsi, 8% menjawab jalan rusak, 8% mengakronimkan Subang dengan “Susah
Berkembang” dan 6% mengidentikkan Subang dengan prostitusi. Sementara sisanya
mengidentikkan subang dengan panas, gotong royong, indah, timbel dan kota
sejarah.
Ternyata
adanya prostitusi, jalanan kota Subang yang rusak dan adanya kasus korupsi telah mencoreng imaje Subang di mata orang
luar Subang. Menurut saya peran pemerintah sangat dominan disini. Jika memang
berniat, pemerintah daerah bisa melaksanakan berbagai kebijakan untuk
memperbaiki imej negatif tersebut dan saya yakin sebenarnya pemerintah daerah
juga tahu persis apa yang seharusnya dilakukan.
Jalan
utama di Subang ibarat halaman depan sebuah rumah, ketika orang luar daerah
berkunjung ke Subang dan disuguhi dengan jalanan yang rusak maka saat itu juga
imej Subang langsung terbentuk di benak mereka. Mereka akan berpikir, “di
kotanya saja jalannya jelek apalagi ke pelosok, pasti lebih hancur !”. Masyarakat
yang tinggal di Subang sudah pasti kecewa, karena jalan yang menjadi sarana
penggerak ekonomi masyarakat seakan kurang mendapat perhatian pemerintah.
Jikalah memang anggaran untuk perbaikan jalan kurang mencukupi, seharusnya
pemerintah berpikir bagaimana caranya agar jalan tidak cepat rusak. Penyebab
rusaknya jalan salah satunya adalah truk – truk pasir yang over load yang tidak
sesuai dengan kondisi jalan.
Bagaimana
bisa kota ini mendapat piala Adipura jika di pusat kotanya saja jalanan rusak
dibiarkan begitu saja. Padahal selain sebagai prestise, diraihnya piala Adipura
akan menjadi branding yang positif akan sebuah kota yang tertata, bersih dan
asri. Semoga Subang segera kembali “Berseri” sehingga Adipura cepat diraih kembali.
Kasus
korupsi yang dituduhkan kepada beberapa pejabat Subang akhir-akhir ini semoga
dijadikan pelajaran oleh para pejabat Subang lainnya, sehingga nama Subang akan
terkenal di media bukan karena kasus seperti ini, tapi lebih karena prestasi
dan keelokan alamnya. Sedangkan mengenai prostitusi, menurut saya pemerintah
bisa melakukan pembinaan di tempat – tempat yang biasa dipakai sebagai lokasi
prostitusi. Jangan biarkan kota kita mengantikan posisi kota lain yang sudah
terlajur terkenal karena wanita nakalnya :)
Munculnya
akronim Subang “Susah Berkembang” sekali
lagi menunjukkan kekecewaan masyarakat Subang akibat lambannya pembangunan di
kota Subang. Jika dibiarkan, ungkapan sepele ini akan menularkan energi negatif
bagi masyarakat Subang sendiri dan pembangunan kota ini. Butuh kerja keras dari
semua pihak agar akronim tersebut segera hilang, dan segera berganti menjadi menjadi
lebih baik seperti “Sunda Bangkit” atau “Semangat Untuk Berkembang” misalnya.
Branding
Subang sebagai kota gotong royong melalui slogannya “Rakyat Subang Gotong Royong, Subang Maju”
ternyata belum mampu menjadi energi positif untuk benar – benar mengajak
seluruh masyarakat bergotong royong membangun kota ini. Bahkan dari jawaban
masyarakat Subang tidak satu pun yang mengidentikkan kota ini dengan gotong royong, dari hasil survey di atas, hanya Wakil Gubernur Jawa Barat yang mengidentikkan Subang dengan gotong royong.
Banyak
hal sebenarnya yang bisa diangkat untuk membangun branding yang positif mengenai
kota ini. Subang adalah kota sejarah di mana bangunan – bangunan bersejarah
begitu banyak tersebar di kota ini. Di kota ini lah 350 tahun penjajahan
Belanda di negeri ini berakhir begitu saja.
Di
kota ini pula pernah hidup tokoh besar wanita muslim yang mengubah wajah pasundan untuk selamanya. Karena jasa beliau, kemudian Islam menjadi begitu
menyebar di Jawa Barat. Beliau bergelar “Sub Ang” yang artinya “Pahlawan
Berkuda” atau lengkapnya Nyi Subang Larang istri dari Prabu Siliwangi, yang kemudian gelarnya tersebut
menjadi cikal bakal nama kota ini.
Kota
ini kaya akan seni dan budaya. Sisingaan yang telah menjadi salah satu ikon
seni Jawa Barat berasal dari sini. Alat musik toleat yang telah menambah
khasanah musik sunda juga berasal dari Subang. Prestasi seni anak muda Subang
sangat diperhitungkan di Jawa Barat. Di kota ini seni budaya masyarakat pantura
yang dinamis dapat berpadu dengan seni budaya sunda yang begitu halus.
Bicara
mengenai potensi pariwisata di Subang tak akan ada habisnya, Subang memiliki
tempat pemandian air panas terbaik di Indonesia. Memiliki gunung Tangkuban
Parahu yang paling banyak dikunjungi wisatawan di negeri ini dan segudang
tempat wisata alam yang menarik. Bicara kuliner Subang memiliki segalanya.
Tahukah Anda ? Subang adalah satu – satunya kota dimana nasi timbel begitu
mudah ditemui.
Siapa
juga yang tidak mengenal nanas simadu yang begitu terkenal. Subang juga merupakan daerah penghasil rambutan
terbanyak di Jawa Barat. Kota ini merupakan salah satu lumbung padi nasional dan masih bisa ditingkatkan produksinya jika saja pemda tidak membiarkan alih fungsi lahan pertanian. Tidak banyak kota yang memiliki hamparan kebun karet, tebu, sawit dan teh yang begitu luas.
Dengan
begitu banyak potensi yang dimiliki, akan sangat mudah jika kita ingin
membangun branding mengenai kota ini. Menurut saya, Subang adalah kota yang
identik dengan wisata alam, budaya,
sejarah, hasil pertanian dan lain - lain, sehingga pantas berjuluk “The Heart of West Java” .
Just IMHO :)
1 komentar:
MANTAB GAN!
Posting Komentar