• SEJARAH SUBANG

    Seperti halnya daerah lain, wilayah Subang juga telah mengalami berbagai fase sejarah yang unik. Bebagai fase sejarah yang telah dilalui tersebut telah membentuk wajah Subang saat ini...

  • PESONA SUBANG

    Pesona daerah Ciater, Subang, Jawa Barat bukan hanya pemandian air panasnya saja. Keindahan panorama lereng Gunung Tangkuban Perahu menambah daya tarik wisatawan untuk datang ke tempat ini. Menanti munculnya sang fajar adalah waktu yang sangat tepat Anda berkunjung ke sini...

  • MUSEUM WISMA KARYA

    Ulang tahun Subang baru saja berlalu begitu saja, dan tak banyak orang yang tahu catatan sejarah mengapa tanggal itu dijadikan hari lahir kota ini. Padahal, tepat di pusat kota ini, di titik paling strategis di kota ini, hal itu dapat ditelusuri...

  • WONDERFUL SUBANG

    Subang, sebuah kota unik di pesisir utara pulau jawa. Kota ini memiliki landscape yang lengkap mulai deretan pegunungan di sebelah selatan, dataran rendah di tengah dan hamparan pantai di utara jawa (Pantura) di tambah denga kekayaan flora dan fauna yang menakjubkan. Beragam seni budaya yang dimilikinya menjadikan Subang kota yang memilki potensi pariwisata yang besar untuk berkembang...

Genjring Bonyok

Kesenian genjring Bonyok memiliki corak kehidupan dan perkembangan yang agak berbeda dengan kesenian lain yang tumbuh dan berkembang di Kecamatan Pagaden kabupaten Subang. Kesenian mampu berkembang lebih cepat, mendapat popularitas lebih cepat dan diterima oleh masyarakat sebagai kesenian tradisional miliknya sendiri yang dapat dinikmati.

Pengertian Genjring Bonyok asal mula dari Genjring dan Bonyok. Genjring adalah waditra berkulit yang memakai semacam anting-anting terbuat dari besi atau perunggu sebagai penghias seperti rebana. Sedangkan Bonyok adalah nama daerah di desa Pangsor Kecamatan Pagaden Kabupaten Subang. Genjring bonyok artinya kesenian Genjring yang awal mulanya berada di daerah Bonyok. Kesenian merupakan salahsatu jenis seni musik tradisional (karawitan) yang alat musiknya terdiri dari Genjring, Bedug, Kecrek, Tarompet dan Goong.

Pertumbuhan dan perkembangan kesenian ini tidak lepas dari keadaan lingkungan masyarakat penduduknya. Maksudnya semakin meningkat kehidupan masyarakat, pengalaman estetis masyarakat dan semakin banyak munculnya pemahaman-pemahaman baru tentang Genjring Bonyok akan berpengaruh besar terhadap eksistensi kesenian tersebut. Jauh sebelum Genjring bonyok lahir, di kampung Bunut Desa Pangsor Kecamatan pagaden telah ada kesenian genjring yang dipimpin oleh Sajen. Kesenian merupakan cikal bakal lahirnya Genjring Bonyok.

Keberadaan Genjring Bonyok erat hubungannya dengan perjalanan hidup Sutarja yang telah bermain dengan Genjring sejak tahun 1963. Waktu itu ia bermain genjring bersama rombongan Genjring yang dipimpin oleh Sajen (pamannya). Dalam rombongan tersebut ia memegang genjring nomor 1 yang merupakan komando bagi alat musik lainnya. Karena Sajen sudah tidak sanggup lagi untuk memimpin rombongan kesenian tersebut, maka sejak tahun 1965 kepemimpinan rombongan kesenian tersebut diserahkan kepada Sutarja.

Sutarja dan kawan-kawan sering mengadakan pertunjukan di Pusaka Nagara dan pamanukan. Di daerah tersebut Sutarja sering melihat pertunjukan Adem ayem yang perangkat musiknya sama dengan kesenian genjring yang dipimpin oleh Sutarja yaitu tiga buah genjring dan sebuah bedug. Perbedannya musik adem Ayem yang lebih dinamis dan komunikatif dengan menyajikan lagu-lagu untuk mengiringi tarian dan atraksi akrobatik, sedangkan pertunjukan kesenian yang dipimpin oleh Sutarja waktu itu hanya menyajikan lagu-lagu seperti Siuh, Gederan dan Gotrok.

Terinspirasi oleh musik adem ayem tersebut muncul keinginan Sutarja untuk mengembangkan seni genjring yang dipimpinnya. Disusunlah motif-motif tabuh genjring yang mirip dengan genjring adem ayem. Demikian juga lagu-lagu yang disajikannya dipakai lagu-lagu Adem ayem dan tarompet sebagai pembawa melodi dan goong sebagai pengantar wiletan. Sekitar tahun 1968, terbentuklah kesenian genjring Baru dengan garapan musikalnya berbeda dengan genjring sebelumnya. Menurut keterangan beberapa narasumber, pada awalnya masyarakat Pagaden menyebut kesenian ini genjring Bonyok. Disebut demikian karena dalam pementasan penarinya selalu banyak dan dalam menarinya ngaronyok (berkumpul). Dalam perkembangan selanjutnya ada juga yang menyebut kesenian Genjring Bonyok karena menganggap kesenian tersebut lahir di daerah Bonyok. Baru-baru ini muncul sebutan yang lain yaitu Tardug. Tardug merupakan akronim dari Gitar dan beduh. Kesenian tardug sebenarnya genjring bonyok juga, hanya alat musiknya ditambah gitar melodi untuk mengiringi lagu dangdutan.

Di awal perkembangannya Genjring Bonyok menggunakan alat musik yang relatif sederhana yaitu tiga buah genjring, tarompet dan bedug. Ketiga genjring tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang sama. Perbedaannya hanya tinggi rendahnya bunyi genjring tersebut.

Bunyi yang dihasilkan genjring biasanya bunyi pong, pang, ping dan bunyi pak bum. Untuk menghasilkan bunyi pong dengan cara menepak bagian pinggir genjring menggunakan beberapa ujung jari tangan dan menepuknya dilepas. Bunyi pang dihasilkan dengan cara menepuk bagian pinggir genjring (lebih ketengah sedikit dari cara membunyikan pong) menggunakan sebagian telapak tangan dan menepuknya dilepas. Bunyi ping dihasilkan dengan cara menepuk bibir genjring menggunakan beberapa ujung jari tangan menepuknya dirapatkan. Bunyi pak dihasilkan dengan cara menepuk bagian pinggir atau tengah genjring menggunakan telapak tangan penuh, menepuknya agak ditekan.

Materi lagu yang disajikan dalam pertunjukan genjring bonyok tidak terbatas pada lagu-lagu ketuk tilu, adem ayem atau lagu-lagu yang berirama japlin saja tetapi juga disajikan lagu-lagu dangdut seperti lagu-lagu Lanang Sejati, Rindu berat, Neng Yeni, Pemuda Idaman, tembok Derita dan lain-lain. Selain itu sering disajikan pula lagu-lagu jaipongan. Lagu-lagu tersebut disajikan dalam bentuk paduan antara karawitan, vokal dan karawitan instrumentalia. Dalam bentuk penyajiannya, kesenian ini tidak hanya dipertunjukan dalam bentuk helaran (arak-arakan) tetapi dipertunjukkan juga diatas panggung. Pertunjukan diatas panggung biasanya dilaksanakan pada acara hiburan, baik hiburan hajatan, peringatan hari-hari besar, maupun hiburan di tempat-tempat wisata. Pertunjukan gelaran biasanya pada acara mengarak anak sunat keliling kampung bersama-sama dengan kesenian sisingaan.(Sunda.Net)

0 komentar:

Posting Komentar